Pakar BRIN Prediksi Kekeringan Landa RI Mulai Juni, Simak Analisisnya

CNN Indonesia
Kamis, 25 Mei 2023 19:40 WIB
Peneliti BRIN Erma Yulihastin mengungkap kekeringan segera datang ke RI. Simak prakiraannya sejauh ini.
Ilustrasi. Kekeringan diprediksi segera melanda RI. (iStock/traveler1116)
Jakarta, CNN Indonesia --

Peneliti Klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin memprakirakan kekeringan akan mulai terjadi di Indonesia pada Juni. Fenomena ini disebabkan oleh El Nino yang mulai terjadi.

"El Nino diprediksi mulai terjadi pada Juni dg dampak kering meluas pada Juli karena diikuti dengan potensi terjadinya IOD (Indian Ocean Dipole) positif," tulis Erma dalam kicauannya di Twitter, Kamis (25/5).

"Mulai Juni kekeringan akan mulai merambah selatan Indonesia dan berpotensi meluas pada Juli 2023 sehingga Juli dapat menjadi bulan paling kering terutama untuk Pulau Jawa," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Erma menyebut potensi kekeringan di tanah air mulai tampak. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa fakta. Pertama, siklon tropis mawar di utara Papua dekat Filipina yang telah menggeser pusat konveksi dari selatan ke utara ekuator.

Kedua, kelembapan rendah yang berasosiasi pada atmosfer kering mulai tampak di selatan Indonesia dengan pengecualian wilayah timur tanah air.

Ketiga, Erma juga mengungkap kelembapan tinggi yang terpantau di timur Indonesia dekat Papua berasosiasi dengan fenomena South Pacific Convergence Zone (SPCZ)

"SPCZ berperan sebagai benteng terakhir yang melindungi Indonesia dari El Nino," kicau Erma.

"Jika SPCZ menghilang, maka El Nino dapat segera eksis dan dampak kering yang tercepat terjadi di wilayah timur karena dekat dengan Samudra Pasifik," imbuhnya.

Versi BMKG

Kekeringan sendiri terkait dengan fenomena yang menurunkan curah hujan El Nino. Ini merupakan fenomena pemanasan Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur. Lawannya adalah La Nina yang merupakan pendinginan berkelanjutan di area yang sama.

Perubahan di Samudra Pasifik dan atmosfer di atasnya ini terjadi dalam siklus El Niño-Southern Oscillation (ENSO).

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofiska (BMKG), ENSO didefinisikan sebagai anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya.

Indikatornya tercantum dalam Indeks Nino 3.4 berdasarkan suhu permukaan laut. Nino 3.4 sendiri ialah rata-rata anomali suhu permukaan laut di area 5° lintang utara hingga 5° lintang selatan, 170° bujur barat hingga 120° bujur barat.

BMKG sempat memprediksi El Nino terjadi pada Juli dan Agustus.

"Jadi semester dua itu kan bisa Juli dan Agustus ada El Nino. Dan, El Nino merupakan suatu fenomena alam yang bersifat global tapi dampaknya kita rasakan secara lokal dan bervariasi di masing-masing wilayah," kata Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar I Nyoman Gede Wiryajaya, Rabu (10/5).

"Bisa jadi musim kemarau lebih kering dan lebih panjang. Kita akan terus monitor, ini dampaknya bervariasi, kita belum tahu seberapa dampaknya di Bali. Nanti, kita evaluasi setelah lewat itu, ternyata dibandingkan curah hujannya normal atau di bawah itu," lanjutnya.

Senada, Meteorological Survei Singapore (MSS), kondisi ENSO saat ini dalam kondisi "Netral".

"Namun, ada tanda-tanda di Pasifik tropis yang mendukung kondisi El Niño yang berkembang dalam beberapa bulan ke depan (misalnya suhu laut bawah permukaan yang lebih hangat)."

Indeks Nino 3.4 pun saat ini menunjukkan kondisi ENSO-netral, yakni -0,33°C untuk Maret 2023 dan 0,64°C untuk rata-rata pada Januari - Maret 2023.

MSS juga memprediksi kondisi ENSO-netral berlanjut selama Mei-Juni 2023 dan kondisi El Niño berkembang Juli hingga Agustus.

"Namun, masih ada kemungkinan kondisi ENSO-netral pada paruh kedua tahun 2023 karena model memiliki akurasi yang lebih rendah pada tahun ini," tutur BMKG-nya Singapura itu.

(lom/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER