Sebuah video lama yang menampilkan CEO Google Sundar Pichai menyebut teknologi kecerdasan buatan (AI) dapat digunakan untuk mendeteksi risiko penyakit jantung. Bagaimana faktanya?
"Selamat tinggal CT Scan, MRI, Xray. Masalah kardiovaskular dapat diprediksi dengan pemindaian mata. Dokter sekarang bisa melihat dengan jelas apa yang ada di dalam tubuh pasien. Sundar Pichai, Google AI," tulis akun @sikka_harinder di Twitter, Minggu (18/6), sambil mengunggah video lama presentasi Pichai.
Berdasarkan penelusuran, video yang diunggah akun tersebut merupakan video pada 2018. Di kanal YouTube Varindia, video yang sama yang lebih panjang diunggah pada 3 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam video tersebut, Pichai menjelaskan bagaimana teknologi AI yang dikembangkan Google dapat membantu mendiagnosis risiko penyakit kardiovaskular melalui pemindaian pada retina.
Awalnya, Google mengembangkan teknologi ini untuk mendiagnosis risiko diabetes yang dapat menyebabkan kebutaan.
"Tahun lalu kami mengumumkan karya dalam bidang retinopati diabetes. Ini adalah penyebab utama kebutaan dan kami menggunakan deep learning untuk membantu dokter mendiagnosisnya lebih awal. Dan kami telah menjalankan uji coba lapangan sejak saat itu di rumah sakit Arvind dan Sankara di India dan uji coba lapangan berjalan dengan sangat baik," ujar Pichai dalam video tersebut.
"Pemindaian mata Anda yang sama, ternyata menyimpan informasi yang dapat kami prediksi. Risiko lima tahun ke depan Anda akan mengalami kejadian kardiovaskular yang merugikan, serangan jantung atau stroke," lanjutnya.
Menurut Pichai, temuan ini bisa menjadi cara baru untuk mendeteksi risiko kardiovaskular.
Hingga kini Google masih terus mengembangkan teknologi tersebut.
Lihat Juga : |
Dalam sebuah unggahan blog pada Mei lalu, Google menyebut pihaknya bekerja sama dengan Lions Outback Vision di Institut Mata Lions, sebuah tim yang berkomitmen untuk meningkatkan kesehatan mata masyarakat pedesaan, terpencil, dan penduduk asli Australia Barat.
Dalam program tersebut, Google melakukan penelitian untuk memvalidasi kinerja model AI yang digunakannya untuk mendeteksi retinopati diabetes dalam populasi penduduk asli di Australia Barat.
Google sendiri menyebut sistem ini sudah digunakan di beberapa negara seperti India dan Thailand untuk membantu dokter dan petugas kesehatan masyarakat melakukan skrining retinopati diabetes.
Sayangnya, tidak ada informasi mengenai seberapa akurat atau seberapa canggih sistem deteksi tersebut.
Google mengakui pengembangan deteksi penyakit ini memiliki tantangan, salah satunya membuat kumpulan data untuk dipelajari oleh model AI.
Pasalnya, tugas ini yang membutuhkan tim dokter mata yang besar untuk menilai dan memberi label pada pemindaian satu per satu untuk tingkat keparahan yang berbeda.
(lom/arh)