Penampakan Matahari yang tampak menjadi dua di Mentawai, Sumatra Barat, dalam video viral di media sosial merupakan fenomena optik bernama sundog atau parhelion.
"Itu namanya "sundog" atau "parhelion", fenomena optik atmosfer yang merupakan jenis "halo" matahari," kata Peneliti Meteorologi di Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Deni Septiadi kepada CNNIndonesia.com, Minggu (25/2).
Sebelumnya, video penampakan dua Matahari ramai dibahas dan diunggah ulang di Instagram ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Matahari kedua ini. Jadi Matahari yang pertama ini. Kurang terang. Berbahaya ini. Entah apa yang terjadi ini," ujar orang dalam video tersebut sambil mengambil gambar dua Matahari yang dimaksud.
Deni menjelaskan fenomena optik atmosfer ini terjadi akibat adanya perbedaan kerapatan atmosfer.
"Perbedaan densitas atau kerapatan atmosfer mengakibatkan difraksi cahaya matahari dipantulkan oleh kristal es akan menghasilkan dua titik cahaya di sekitar matahari sehingga akan tampak sebagai matahari kembar pada perspektif pandangan kita yang ada di permukaan," jelasnya.
Fenomena sundog, kata dia, lazim terjadi saat perbedaan kontras kondisi hujan dan panas atau iklim yang dingin dan cukup lembap. Khususnya, pada suatu tempat dengan awan-awan tinggi jenis cirrus yang memiliki kristal es terdifraksi oleh cahaya matahari.
Selain adanya kristal es pada awan cirrus dan kondisi iklim yang dingin, munculnya sundog disebut biasa terjadi saat matahari rendah di langit. Matahari rendah sendiri terjadi saat dekat waktu matahari terbit atau terbenam.
"Ini posisi yang paling ideal terjadi halo," tutur Deni.
Deni menilai fenomena sundog adalah murni fenomena optik akibat pemantulan cahaya dan tidak terkait dengan penanda cuaca ekstrem ataupun badai.
"Namun demikian, keberadaan awan cirrus merupakan petunjuk adanya perubahan cuaca di atmosfer ke depannya. Meskipun dalam beberapa kasus, pertumbuhan awan cirrus yang masif dan kompleks melibatkan cuaca ekstrem," pungkasnya.