Kenapa Awal Ramadhan 2024 Diprediksi Beda?

CNN Indonesia
Kamis, 07 Mar 2024 06:54 WIB
Ilustrasi. Pakar menjelaskan alasan perbedaan penentuan awal puasa Ramadhan 2024. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pakar astronomi menjelasakan alasan potensi perbedaan awal Ramadhan 2024 terkait dengan beda kategori kondisi hilal yang digunakan lembaga-lembaga keagamaan.

Berdasarkan kalender Muhammadiyah, Ramadhan 2024/1445 Hijriah di Indonesia akan dimulai pada 11 Maret. Sementara, awal Ramadhan versi Pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU) diprediksi baru terjadi pada 12 Maret.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dalam surat edarannya, pun mengimbau umat Islam menjaga toleransi terkait potensi perbedaan awal 1 Ramadhan 1445 H.

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menjelaskan penyebab utama perbedaan penentuan awal Ramadhan, dan juga Idulfitri dan Iduladha, adalah karena masih nihilnya kesepakatan soal kriteria awal bulan hijriah.

"Untuk kriteria masih beragam, belum ada otoritas tunggal, dan garis tanggal yang belum mencapai kesepakatan, sehingga diperlukan dialog untuk mencari titik temu di tingkat nasional, regional, dan global," ujar dia di kanal YouTube pribadinya pada Minggu (3/3).

Awal bulan hijriah ini ditandai kemunculan bulan sabit tipis atau hilal.

Dalam menentukan hilal, Pemerintah, dan juga ormas keagamaan seperti PBNU, menganut kriteria berdasarkan kesepakatan Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).

MABIMS mensyaratkan hilal minimal punya ketinggian 3 derajat dan elongasi atau sudut Bulan-Matahari 6,4 derajat. Ketentuan ini mulai dberlakukan pada 2022. Sebelum itu, RI menerapkan kriteria hilal dengan ketinggian 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam.

Patokan kondisi hilal dari MABIMS ini berdasarkan batasan minimal untuk terlihatnya hilal (imkan rukyat atau visibilitas hilal).

Dengan angka minimal MABIMS itu, berdasarkan perhitungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hilal pada 10 Maret tak memenuhi syarat awal Ramadhan.

Rinciannya, tinggi hilal 0,33 derajat di Jayapura, Papua; elongasi 1,64 derajat di Denpasar, Bali, sampai dengan 2,08 derajat di Jayapura, Papua; dan umur bulan -0,15 jam di Waris, Papua, hingga 2,84 jam di Banda Aceh, Aceh.

Kriteria MABIMS diprakirakan baru terpenuhi pada magrib 11 Maret. Artinya, puasa baru bisa dilakukan keesokan harinya.

Kriteria Muhammadiyah

Sementara itu, Muhammadiyah sejak awal tahun sudah memutuskan awal Ramadhan 2024 jatuh pada 11 Maret. Pasalnya, ormas yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini tak memakai patokan bulan baru hijriah yang sebesar kriteria MABIMS.

Muhammadiyah menetapkan awal bulan baru Kalender Hijriah berdasarkan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal (kondisi peredaran Bulan, Bumi, dan Matahari yang sebenarnya), dan bukan hisab 'urfi (peredaran rata-rata).

Penetapan itu didasarkan pada proses ijtimak (Bumi, Bulan, dan Matahari berada pada posisi garis bujur yang sama, tanda satu putaran penuh) atau konjungsi.

Walhasil, melansir situs Muhammadiyah, seberapa pun tingginya (meskipun hanya 0,1 derajat), maka esoknya, setelah konjungsi terjadi, adalah hari pertama bulan baru hijriah.

Ketua PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menekankan pihaknya tidak berlandaskan pada penampakan hilal dalam hal penetapan awal bulan hijriah. Namun, berdasarkan pada posisi geometris Matahari, Bumi, dan Bulan.

"Jadi posisinya, bukan nampak dan tidaknya," jelas dia, pada 2023.

Untuk Ramadhan 2024, Muhammadiyah mengungkap tinggi Bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta pada 10 Maret yakni (¢ = -07° 48' LS dan l= 110° 21' BT ) = +00° 56' 28'' (hilal sudah wujud).

Pada saat Matahari terbenam pada 10 Maret 2024, Bulan berada di atas ufuk (hilal sudah wujud) kecuali di wilayah Maluku Utara, Papua, Papua Barat, dan Papua Barat Daya.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir pun mengimbau kepada seluruh warga agar saling menghargai dan menghormati terkait perbedaan awal puasa ini.

"Karena kita sudah terbiasa dengan perbedaan itu maka kita jalani untuk menjalankan ibadah Ramadhan, Idulfitri, dan Iduladha dalam suasana berbeda, tetapi yang paling penting adalah toleransi, saling menghargai," ujar dia, Januari lalu.

"Dan tidak kalah pentingnya memaknai ibadah untuk membangun kesalehan diri umat Islam baik pribadi maupun kolektif dan bangsa Indonesia agar hidup kita lebih baik, lebih menjalani kehidupan-kehidupan yang lahir dari pancaran agama yang mencerahkan, mencerdaskan dan bahkan memajukan kehidupan," tandas Haedar.

(tim/arh)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK