Apa Itu Fenomena Squall Line yang Disebut Pemicu Banjir Semarang?

CNN Indonesia
Jumat, 15 Mar 2024 06:48 WIB
Ilustrasi. Pakar menyebut fenomena squall line jadi salah satu penyebab banjir yang merendam sejumlah wilayah di Semarang, Jawa Tengah. (Foto: ANTARA FOTO/Makna Zaezar)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pakar menyebut fenomena squall line jadi salah satu penyebab banjir yang merendam sejumlah wilayah di Semarang, Jawa Tengah.

Pakar klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengungkap hujan lebat di Semarang ini tak lepas dari andil bibit siklon 18S yang bergerak lambat.

"Sejak awal (11 Maret) dari prediksi berbasis model skala meso yg kami kembangkan bahwa vorteks (091S) yg berubah jadi bibit siklon 18S akan cenderung bergerak lambat dgn orientasi dari barat menuju timur. Hal ini karena tekanan rendah di timur yg kini telah jadi dua vorteks (pusaran)," kata Erma di Twitter, Kamis (14/3).

Lantaran bergerak lambat, bibit siklon ini memicu banyaknya pembentukan badai squall line.

"Pergerakan yg lambat dan tidak segera menjauh menuju Australia inilah yg telah memicu propagasi hujan yg kuat dan maraknya pembentukan badai squall line pemicu hujan persisten berhari-hari bahkan intensitas hujan pun bisa ekstrem, yg disertai angin kencang," jelas Erma.

Lalu, apa itu feenomena squall line yang disebut-sebut sebagai salah satu pemicu banjir Semarang?

Menurut National Weather Service (NWS) Amerika Serikat, squall line atau garis squall merupakan salah satu tipe badai.

Terkadang badai petir akan terbentuk dalam garis yang dapat memanjang ke samping hingga ratusan mil. 'Garis badai' ini dapat bertahan selama berjam-jam dan menghasilkan angin dan hujan es yang merusak," demikian keterangan NWS dalam laman resminya.

Aliran udara ke atas terus menerus terbentuk kembali di ujung depan sistem badai. Hujan mengikutinya. Aliran naik dan turun badai individu di sepanjang garis badai ini bisa menjadi sangat kuat.

"Menghasilkan rangkaian hujan es besar dan angin aliran keluar yang kuat yang bergerak cepat di depan sistem," lanjut NWS.

Lebih lanjut, Erma memperingatkan potensi banjir bandang di kawasan daerah aliran sungai (DAS) di Semarang. Menurutnya hal ini karena squall line di Semarang semakin memanjang.

"Update: terpantau squall line di Semarang yg semakin memanjang. Waspada banjir bandang ya. Yang di sekitar DAS agar siaga evakuasi mandiri," ujar dia.

Gabungan dinamika atmosfer

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan kondisi cuaca ekstrem pada periode 8-14 Maret juga dipicu tiga gabungan dinamika atmosfer.

Pertama, aktivitas gelombang atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO), fenomena Gelombang Kelvin, dan Rossby Equatorial yang aktif di wilayah Indonesia.

Kedua, peningkatan kecepatan angin dari arah utara Indonesia hingga melintasi ekuator melalui Selat Karimata yang mengindikasikan Cross Equatorial Northerly Surge (CENS) atau angin utara yang kuat.

Dalam Prospek Cuaca Seminggu ke Depan Periode 12-18 Maret, BMKG mengungkap beberapa fenomena atmosfer lain yang memicu hujan sedang hingga lebat di berbagai daerah, termasuk Jateng.

Yakni, Bibit Siklon Tropis 91 yang terpantau di Samudera Hindia sebelah selatan Jawa bergerak ke arah timur-tenggara.

Bibit Siklon Tropis ini menginduksi daerah peningkatan kecepatan angin >25 knot (low level jet) di Samudera Hindia barat daya Sumatera hingga Samudera Hindia selatan Jawa yang mampu meningkatkan potensi tinggi gelombang di sekitar Bibit Siklon Tropis tersebut.

Kemudian, Sirkulasi Siklonik yang terpantau di Australia barat bagian utara dan di Teluk Carpentaria utara Australia yang membentuk daerah konvergensi memanjang di perairan utara Australia hingga Teluk Carpentaria.

Daerah konvergensi lainnya terpantau memanjang dari pesisir barat Sumatra Barat hingga Bengkulu, dari Lampung hingga Jawa Barat, dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur, di Bali, Nusa Tenggara, di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan di Papua.

BMKG juga mengungkap peran daerah pertemuan angin (konfluensi) yang memanjang di Laut Jawa, Selat Karimata, di Samudera Hindia barat daya Sumatera hingga selatan Jawa, Samudera Hindia selatan Bali-Nusa Tenggara.

"Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar Bibit Siklon Tropis, sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi/konfluensi/low level jet tersebut," kata BMKG.

Apa Beda Puting Beliung, Siklon, dan Tornado? (Foto: Basith Subastian/CNNIndonesia)
(tim/dmi)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK