Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap cuaca panas di wilayah Jawa Timur beberapa hari terakhir bukan akibat gelombang panas atau heatwave seperti yang terjadi di sejumlah negara tetangga.
Ketua Tim Meteorologi BMKG Juanda, Surabaya, Shanas Prayuda menyebut naiknya suhu dalam beberapa hari terakhir bukan disebabkan oleh heatwave, melainkan karena Jatim mulai memasuki musim kemarau.
"Udara panas yang terjadi di Jatim belakangan, jika ditinjau secara karakteristik fenomena maupun indikator statistik pengamatan suhu, tidak termasuk ke dalam kategori gelombang panas," kata Shanas, Jumat (3/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data BMKG Juanda, suhu maksimum harian di Jatim kini mencapai 34,4 derajat Celsius.
Kenaikan suhu yang terjadi di wilayah Jatim disebabkan oleh gerak semu matahari. Hal itu merupakan siklus yang sudah biasa terjadi di setiap tahun.
"Sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, wilayah Jatim juga tengah mengalami pancaroba atau peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Walhasil, beberapa daerah tidak tertutup awan.
"Hal tersebut menyebabkan penyinaran matahari ke permukaan bumi akan terjadi secara maksimal, sehingga akibatnya tidak adanya tutupan awan," ujarnya.
Shanas mengatakan, heatwave adalah periode cuaca dengan kenaikan suhu panas yang tidak biasa dan berlangsung lima hari berturut-turut.
"Misalnya 5 derajat celcius lebih panas dari rata-rata klimatologis suhu maksimum harian," kata Shanas.
"Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya (klimatologis) dan tidak berlangsung lama, maka tidak dikategorikan sebagai gelombang panas," tambahnya.
Lihat Juga : |
Sejumlah daerah yang berpotensi dilanda heatwave tersebut adalah, wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi, kemudian belahan bumi bagian utara dan Selatan.
Selain itu, sejumlah daerah yang wilayah geografisnya memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan luasan yang besar, dan wilayah kontinental atau sub-kontinental.
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, sebelumnya juga memastikan Indonesia berpotensi sangat kecil terdampak heatwave seperti di negara-negara Asia lainnya.
Padahal sebelumnya peningkatan suhu sudah teramati di beberapa wilayah Indonesia, mulai dari Jayapura, Papua (35,6 Celsius), Surabaya, Jawa Timur (35,4 Celsius), Palangka Raya, Kalimantan Tengah (35,3 Celcius), Pekanbaru- Melawi, Kalimantan Barat- Sabang, Aceh dan DKI Jakarta (34,4 Celsius).
Kenaikan suhu tersebut merupakan fenomena cuaca panas terik bukan gelombang panas.Guswanto menjelaskan Indonesia tidak memenuhi syarat untuk mengalami gelombang panas.
"Itu kemungkinannya kecil [gelombang panas] di Indonesia, karena tidak memenuhi syarat," kata Guswanto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (2/5).
Guswanto menyebut syarat yang harus dipenuhi untuk wilayah mengalami gelombang panas adalah suhu rata-rata naik 5 derajat Celsius dan terjadi selama lima hari berturut-turut.
"Gelombang panas itu suhu maksimal harian lebih tinggi dari suhu maksimal rata-rata hingga 5 derajat celcius, dan paling tidak muncul lima hari secara berturut-turut," jelasnya.
Selain itu, gelombang panas juga umumnya terjadi di wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi, di belahan Bumi bagian utara maupun di belahan Bumi bagian selatan, pada wilayah geografis yang memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan luasan yang besar, atau wilayah kontinental atau sub-kontinental.