Kenapa Kerusakan Ekologis Bisa Jadi Kerugian Negara di Korupsi Timah?

CNN Indonesia
Kamis, 30 Mei 2024 16:20 WIB
Pakar lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo mengungkap alasan kerusakan ekologis jadi kerugian negara dalam kasus korupsi timah. (Foto: CNN Indonesia/Dini Nur Asih)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap nilai kerugian negara akibat kasus korupsi tata niaga timah yang semula diperkirakan Rp271 triliun, ternyata mencapai Rp300 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp271,06 triliun kerugian negara berdasarkan kerusakan lingkungan.

"Perkara timah ini hasil penghitungannya cukup lumayan fantastis, yang semula kita perkirakan Rp271 triliun dan ini adalah mencapai sekitar Rp300 triliun. Kami dapat menyampaikan pembukaannya bahwa angka Rp300 triliun ini masuk dalam kualifikasi kerugian negara," kata Jaksa Agung ST Burhanudin dalam konferensi pers, Rabu (29/5).

Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) nilai kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp300,003 triliun.

Rinciannya yakni kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra dengan sebesar Rp26,649 triliun dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun.

Lalu, kenapa kerusakan lingkungan atau ekologis jadi kerugian negara dalam kasus ini?

Pakar lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo mengatakan akibat kasus korupsi yang terjadi di wilayah Bangka Belitung terjadi kerusakan lingkungan pada area-area yang menjadi lokasi pertambangan timah sebesar RpRp271,6 triliun.

Menurut dia hal itu sudah dipastikan dari hasil uji laboratorium terhadap sampel-sampel tanah hingga vegetasi yang diambil dari lokasi pertambangan.

"Setelah ada hasil analisa laboratorium, berdasarkan hasil sampel yang kita ambil, maka dipastikan wilayah tersebut sudah rusak," ujar Bambang.

Dari hasil uji laboratorium, kemudian dilakukan perhitungan nilai kerusakan lingkungan hingga mendapati angka sebesar Rp271,6 triliun.

Seluruh perhitungan tersebut dilakukan dengan indikator dan parameter yang jelas. Oleh karenanya Bambang membantah apabila nilai Rp271,6 triliun disebut sebagai potensi kerugian semata.

"Semua itu diukur, tidak dikira-kira dan parameternya sudah jelas, dan sehingga tidak ada istilah potensial loss, itu adalah betul-betul total loss," jelasnya.

"Jadi ada ekologis yang terganggu, kemudian yang kedua adalah ekonomi lingkungan yang rusak, dan yang ketiga itu adalah pemulihan yang harus dilakukan," imbuhnya.

Rincian Nilai Kerugian Ekologis Rp271 Triliun di Kasus Korupsi Timah (Foto: CNN Indonesia/ Agder Maulana)

Bambang menjelaskan kerugian ekologis dan ekonomi yang timbul merupakan suatu kerugian bagi negara. Menurutnya, apabila tidak terjadi kerusakan maka negara bia mendapatkan keuntungan baik dari segi keuangan ataupun lingkungan.

Bukannya mendapat manfaat, akibat kejadian korupsi tersebut, negara justru harus memikirkan upaya pemulihan lahan yang juga membutuhkan biaya yang tidsk sedikit.

"Kalau tidak dipulihkan tanggung jawab siapa, dari investigasi yang ada apapun alasannya PT Timah harus tanggung jawab terhadap apa yang terjadi," pungkasnya.

Dalam kasus korupsi ini, Kejagung telah menetapkan total 22 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.



(tfq/dmi)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK