KRISIS IKLIM

Trump Menang Pilpres AS, Upaya Penanganan Krisis Iklim Terancam

CNN Indonesia
Jumat, 08 Nov 2024 11:30 WIB
Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat diprediksi dapat mengancam upaya global untuk mengatasi krisis iklim.
Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat diprediksi dapat mengancam upaya global untuk mengatasi krisis iklim. (Foto: AFP/JIM WATSON)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat diprediksi dapat mengancam upaya global untuk mengatasi krisis iklim. Para ahli khawatir upaya pencegahan agar krisis iklim tidak semakin parah akan menemui jalan buntu.

Pasalnya, kembalinya Trump ke Gedung Putih diprediksi akan membuat AS keluar lagi dari Perjanjian Paris dan bahkan mungkin menarik diri dari kerangka kerja PBB bidang penanganan krisis iklim.

Selama kampanye, Trump menyebut perubahan iklim sebagai "hoaks besar", bahkan ia mengecam energi angin, mobil listrik, serta berjanji membatalkan kebijakan lingkungan dan "skema hijau" yang didukung oleh Undang-Undang Pengurangan Inflasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut analis, agenda Trump ini bisa menambah emisi gas rumah kaca dalam jumlah besar, yang akan menyulitkan target untuk mencegah pemanasan global ekstrem.

"Pemilihan seorang penyangkal iklim sebagai presiden AS sangat berbahaya bagi dunia," kata Bill Hare dari Climate Analytics, melansir The Guardian, Rabu (6/11).

Trump diperkirakan akan menghambat usaha menahan suhu global agar tidak meningkat lebih dari 1,5 derajat celsius. Kini dengan terpilihnya Trump, target Perjanjian Paris akan semakin sulit tercapai.

Di Eropa, para aktivis dan politisi yang mendukung aksi iklim prihatin dengan terpilihnya Trump. Thomas Waitz, anggota parlemen Eropa dan ketua Partai Hijau Eropa, menyebutnya sebagai hari yang suram bagi AS dan dunia.

Meski begitu, beberapa kelompok iklim di AS bertekad untuk mengisi kekosongan peran federal dalam upaya ini. Gina McCarthy, mantan penasihat iklim Presiden Biden, menyatakan bahwa perubahan menuju energi bersih tak terhentikan dan banyak negara bagian serta kota yang berkomitmen untuk tetap mendorong solusi iklim.

"Koalisi kami semakin besar, lebih bipartisan, dan siap menyampaikan solusi iklim," ujar McCarthy.

Di dalam negeri, kelompok lingkungan juga berencana menggalang dukungan bipartisan untuk melawan pemangkasan kebijakan iklim yang diperkirakan akan dilakukan Trump, termasuk pembatasan aturan polusi untuk pabrik batubara, kendaraan, dan pengeboran bahan bakar fosil.

Kemenangan Trump ini menjadi pengingat keras bagi pejuang iklim bahwa krisis iklim bergerak lebih cepat daripada politik, memicu desakan untuk membangun blok pemilih yang lebih kuat untuk mendukung aksi iklim.

Kembalinya Trump diperkirakan akan menjadi penghambat besar bagi diplomasi iklim global, namun Perjanjian Paris yang selama ini terbukti tangguh tetap menjadi harapan untuk menjaga momentum transisi energi bersih yang sudah dimulai banyak negara.

"Ini seharusnya menjadi peringatan, gerakan iklim sangat membutuhkan kekuatan politik yang lebih besar karena krisis iklim bergerak jauh lebih cepat daripada politik kita saat ini," kata Nathaniel Stinnett, pendiri Environmental Voter Project, yang berupaya untuk menarik suara para aktivis lingkungan di AS.

Organisasi nirlaba Greenpeace, dalam keterangan di laman resminya, menyebut hasil Pilpres AS ini memiliki "implikasi yang sangat besar terhadap hak-hak dan kebebasan individu, kesehatan demokrasi, dan masa depan planet kita".

"Pemilu yang tidak hanya berdampak pada AS, tapi juga akan dirasakan di seluruh dunia," demikian keterangan resmi Greenpeace.

[Gambas:Video CNN]



(wnu/dmi)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER