Peneliti lintas negara berkolaborasi mencari solusi problem rob, banjir dan badai yang menggenangi dan merusak bangunan dan pemukiman warga akibat krisis iklim.
Peneliti dari University of Bath (Inggris) bermitra dengan tim peneliti dari negara dengan komunitas miskin yang jadi korban krisis iklim di Kolombia, Indonesia, dan pesisir pantai Teluk Amerika Serikat untuk mencari solusi adaptasi perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian ini akan mengeksplorasi cara menciptakan bangunan, infrastruktur, dan ruang publik yang tangguh, berkelanjutan, dan regeneratif di tengah krisis iklim.
Bath akan mengirim ahli di bidang arsitektur, teknik, dan psikologi yang akan bekerjasama dengan peneliti peneliti salah satu kampus besar di Indonesia sebagai mitra lokal untuk membangun 'laboratorium hidup' di Kandanghaur, Indramayu Jawa Barat. Wilayah ini yang setiap tahun berkali-kali menjadi sasaran rob dan banjir.
Laboratorium ini bertujuan memahami cara menciptakan infrastruktur dan lingkungan setempat yang awet, tangguh, dan dapat diterima masyarakat setempat.
Houlihan Wiberg yang memimpin tim Bath berlatar belakang arsitektur dan teknik Sipil. Saat kunjungan ke Indonesia, ia menemukan masyarakat lokal sudah harus hidup dengan air setinggi pinggang hingga tiga kali sehari akibat kenaikan permukaan laut dan fenomena lokal tidal flushing.
"Solusi atas krisis iklim makin rumit dan makin mendesak. Ini jadi tantangan besar bagi masyarakat korban yang sekadar ingin tetap tinggal di wilayah-wilayah terdampak. Kalau bergantung pada pendekatan konvensional, dibutuhkan waktu dan sumber daya yang tidak dimiliki oleh komunitas rentan ini," kata Wiberg.
Salah satu output proyek riset ini adalah desain bangunan tahan iklim yang inovatif dan tahan lama dengan melibatkan partisipasi masyarakat lokal di beberapa desa terdampak di Kandanghaur.
Saat ini proyek masih berjalan pada tahap awal di Indonesia, dengan fokus pada identifikasi bahaya, tingkat kerentanan, dan respon masyarakat terhadap dampak perubahan iklim di beberapa desa di Kandanghaur.
Catatan Redaksi: Ada perubahan pada isi artikel ini pada Rabu (18/6) dengan menghilangkan beberapa paragraf atas permintaan narasumber.
(dsf/dmi)