Komdigi Pakai Chatbot Cek Fakta untuk Respons Ancaman Deepfake
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menggandeng Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) untuk mengembangkan chatbot yang bisa digunakan untuk melakukan cek fakta. Platform ini menjawab ancaman deepfake yang berkembang di era kecerdasan buatan (AI).
"Saat ini pemerintah berkolaborasi dengan CSO, Civil Society NGO, ada salah satunya adalah Mafindo. Mereka membuat sebuah tools, itu nanti akan diluncurkan saat ini masih soft launching. Chatbot namun kita bisa melakukan checking cek konten apakah itu benar atau tidak," kata Bonifasius Wahyu Pudjianto, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Komdigi di Sekolah Tinggi Multimedia, Kabupaten Sleman, Jumat (27/6).
Pria yang akrab disapa Boni ini menyebut platform ini dibuat dengan AI untuk melakukan pengecekan, tak hanya teks tetapi juga gambar, video, hingga suara.
"Ini diharapkan bisa membantu masyarakat untuk bisa lebih mengenali apakah (sebuah konten) ini benar atau tidak," tutur Boni.
Ia juga mendorong para kreator konten untuk memberikan disclaimer atau kredit ketika membuat konten dengan AI. Hal tersebut untuk memberikan informasi kepada publik apakah konten tersebut asli atau tidak.
Meski demikian, kata Boni, belum ada aturan khusus yang mendorong para konten kreator menandai unggahan mereka yang dihasilkan oleh AI. "Saat ini belum (ada aturannya). Mungkin ke depan akan kami sesuaikan," jelasnya.
Lebih lanjut, Boni menyebut adopsi AI adalah sebuah keniscayaan, karena pemanfaatan teknologi ini diperlukan agar tidak tersisih perkembangan zaman. Namun, jangan sampai teknologi ini dimanfaatkan untuk hal yang tidak benar.
Dalam hal ini, literasi digital sangat penting diberikan untuk semua kelompok masyarakat. Bukan hanya demi menghindari dampak negatif, tetapi juga agar teknologi ini bisa memberikan kontribusi positif.
"Mereka (masyarakat) harus kita ajak untuk memanfaatkan atau mengoptimalisasikan pemanfaatan AI itu secara baik, benar, dan memberikan dampak ekonomi yang signifikan," tutur Boni.
Dalam acara yang sama, Staf Khusus Menkomdigi Bidang Kepemudaan dan Start Up Alfreno Kautsar Ramadhan menyebut utilisasi teknologi AI akan menyumbang 12 persen terhadap pertumbuhan PDB Tanah Air pada 2030.
"AI ini jika dioptimalkan utilisasinya itu akan menyumbang 12 persen GDP growth. Jadi penyokong kemajuan ekonomi Indonesia 12 persen itu di 2030," katanya.
Adopsi AI di Indonesia sendiri terbilang sangat tinggi. Menurut laporan Work Trend Index 2024 dari Microsoft, 92 persen knowledge workers (pekerja yang melakukan pekerjaannya di meja, baik dari kantor maupun rumah) telah memanfaatkan AI Generatif.
Dalam laporan Work Trend Index 2025, Microsoft menyebut semakin banyak karyawan Indonesia memanfaatkan AI berkat ketersediaan dan fungsinya yang praktis.
Sebanyak 48 persen responden menyatakan lebih memilih mengandalkan AI dibandingkan rekan kerja karena AI siap sedia selama 24 jam penuh. Tidak hanya itu, sebanyak 28 persen karyawan mengatakan bahwa kecepatan adalah alasannya, sementara 38 persen lainnya menyebut alasan pengguna AI karena kemampuan berpikir kreatifnya.
Selain itu, 66 persen pekerja menganggap AI sebagai teman diskusi, sementara 33 persen lainnya menganggapnya lebih dari sekedar tools yang suka diperintah.
(lom/wiw)