Hujan dengan intensitas tinggi diprediksi masih akan mengguyur sejumlah wilayah Indonesia hingga 12 Juli 2025.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap anomali cuaca ini terdeteksi sejak Juni 2025 dan terus bergeser dari satu titik ke titik wilayah di Indonesia.
Menurut BMKG, curah hujan lebat di musim kemarau cukup aneh. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- Curah hujan di atas normal
- Sirkulasi siklonik di Bengkulu
- Badai tropis di utara Indonesia
- Aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO)
- Suhu laut Indonesia yang masih hangat.
BMKG menjelaskan bahwa cuaca ekstrem di Indonesia bisa memicu gelombang tinggi dan bencana lain seperti bencana longsor, angin kencang, petir, dan banjir rob.
Karena itu masyarakat tetap waspada dan diimbau untuk mengecek prakiraan cuaca BMKG sebelum beraktivitas.
Pada akhir Juni 2025, hujan dengan sifat atas normal terjadi di sekitar 53 persen wilayah Indonesia, dengan cakupan utama di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian Kalimantan, sebagian Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Merujuk catatan BMKG, hujan lebat hingga sangat lebat masih terjadi di beberapa wilayah Indonesia dalam sepekan terakhir. Pada 2 Juli 2025, BMKG mencatat curah hujan ekstrem di Stasiun Geofisika Deli Serdang (142 mm) dan Stasiun Meteorologi Rendani, Papua Barat (103 mm).
"Kondisi ini dipicu oleh dinamika atmosfer yang masih aktif, meski Madden-Julian Oscillation (MJO) berada di fase 2 (Indian Ocean) yang secara umum kurang mendukung pembentukan awan hujan," demikian penjelasan BMKG dalam laman resminya, dikutip Senin (7/7).
Menurut BMKG faktor lain juga mendorong terbentuknya awan hujan yang masih intensif di wilayah Indonesia adalah Monsun Australia terindikasi lemah yang menyebabkan kondisi atmosfer di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan masih lembab dan aktivitas atmosfer intra-musiman, yakni Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Gelombang Ekuator.
(tim/mik)