Perlukah Fitur Kids Mode untuk Anak-anak Pengguna AI?

CNN Indonesia
Rabu, 23 Jul 2025 13:30 WIB
Fitur kids mode atau mode anak menjadi salah cara untuk melindungi anak saat berinteraksi dengan ruang digital, termasuk teknologi kecerdasan buatan (AI).
Fitur kids mode atau mode anak menjadi salah cara untuk melindungi anak saat berinteraksi dengan ruang digital, termasuk teknologi kecerdasan buatan (AI). (Foto: iStockphoto)
Jakarta, CNN Indonesia --

Fitur kids mode atau mode anak menjadi salah cara untuk melindungi anak saat berinteraksi dengan ruang digital, termasuk teknologi kecerdasan buatan (AI).

Co-founder komunitas AI AICO Tommy Teja Adhiraja menyebut fitur kids mode sangat bisa dijadikan solusi untuk melindungi anak dari potensi dampak negatif GenAI.

"Sebenarnya perlu (kids mode), tapi enggak asal bikin versi anak-anak terus beres. Platform kayak ChatGPT Kids bisa banget jadi solusi, tapi dengan catatan, harus benar-benar dirancang dari nol dengan pendekatan yang relevan buat anak," katanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Relevan yang dimaksud, kata Tommy, berarti konten yang diberikan harus disesuaikan, bahasa yang digunakan harus ramah anak, dan sistem filternya juga harus jauh lebih ketat.

Menurut dia kids mode tak bisa jadi solusi tunggal, tapi hanya sebagai pelengkap. Tommy mengatakan teknologi paling aman tetap tidak bisa mengganti peran orang tua.

Ia menyebut, ketika orang tua kurang memperhatikan anak atau mereka gagap teknologi, anak tetap bisa "nyasar ke tempat yang tak seharusnya."

Salah satu platform yang menghadirkan fitur untuk anak adalah ChatGPT for Kids. Platform ini tidak dikembangkan langsung oleh OpenAI yang mengembangkan ChatGPT, tetapi bertujuan memberikan pengalaman serupa dengan model ramah anak.

"Alat bantu AI seperti ChatGPT sangat bagus untuk mengeksplorasi informasi dan menyelesaikan tugas, tetapi tidak selalu dirancang dengan mempertimbangkan anak-anak. Itulah sebabnya kami menciptakan ChatGPT untuk Anak - model yang disesuaikan untuk menjawab pertanyaan, memicu keingintahuan, dan menantang pikiran anak untuk belajar lebih dalam, semuanya dengan cara yang aman dan menarik," tulis ChatGPT for Kids di lamannya.

Pada Minggu (20/7), Bos X Elon Musk menyatakan rencananya untuk membuat model AI dengan konten ramah anak bernama Baby Grok.

"Kami akan membuat Baby Grok, sebuah aplikasi yang didedikasikan untuk konten ramah anak," tulisnya di X.

Musk tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang aplikasi yang akan dibuat oleh perusahaannya tersebut. Namun, pernyataan ini menjadi isyarat meningkatnya perhatian perusahaan GenAI terhadap perlindungan anak, yang mungkin akan diikuti perusahaan lain.

Lebih lanjut, Tommy mengatakan upaya perlindungan anak oleh platform GenAI saat ini masih tergolong minim dan belum sistematis. Meski beberapa platform menerapkan batasan usia atau kebijakan privasi secara umum, belum ada sistem komprehensif yang secara eksplisit didesain untuk mengawal pengalaman anak-anak saat berinteraksi dengan GenAI.

"Ini menjadi catatan penting, karena anak adalah pengguna dengan tingkat kerentanan yang tinggi terhadap konten yang tidak sesuai, manipulatif, atau bahkan adiktif," katanya.

Literasi dan pendampingan

Tommy mengatakan fitur kids mode adalah pelengkap dalam melindungi anak dari GenAI, dan bagian utama adalah membangun kesadaran anak terhadap teknologi tersebut.

"Kapan anak boleh pakai AI, buat apa, dan sampai sejauh mana. Karena AI itu bukan mainan yang ditinggal-tinggal, tapi alat bantu yang perlu diawasi dan diarahkan," jelasnya.

Menurut Tommy, orang tua memiliki peranan penting dalam hal memberikan literasi AI kepada anak-anak mereka.

Maka dari itu, pemerintah perlu melakukan edukasi secara masif kepada para orang tua.

Perlindungan anak di ruang digital, kata Tommy, merupakan tugas seluruh pihak yang ada di ekosistem tersebut, mulai dari platform yang memberikan layanan, pemerintah selaku pemangku regulasi, serta orang tua yang paling dekat dengan anak untuk melakukan pengawasan.

"Di sini pemerintah dan keluarga punya peran masing-masing yang enggak bisa saling lepas tangan. Pemerintah perlu turun tangan lewat regulasi yang konkret dan adaptif. Misalnya, buat pedoman penggunaan AI untuk anak, mewajibkan platform punya child protection features, sampai memasukan literasi AI ke dalam kurikulum sekolah," tutur Tommy.

Kurikulum tersebut ditujukan untuk membekali anak dan lingkungan sekitar dengan pemahaman dasar yang cukup sebelum mereka berinteraksi lebih dalam dengan teknologi AI.

Sementara itu, Tommy meminta orang tua tak hanya memberikan larangan atau perintah kepada anaknya untuk tidak menggunakan dan bermain GenAI. Orang tua perlu secara aktif berdiskusi, memberi contoh, dan mengawasi apa saja yang dibuka oleh anak di perangkat mereka.

"Ini bukan cuma soal "melarang" tetapi mengajari cara berpikir. Supaya anak tahu AI itu alat bantu, bukan jawaban atas semua hal," pungkasnya.

(lom/dmi)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER