Tim arkeolog dari RI dan Australia baru-baru ini menemukan peralatan dari batu yang diduga kuat milik tetangga misterius Homo floresiensis atau manusia hobbit dari Indonesia. Alat-alat batu itu diduga milik manusia purba lainnya yang tinggal di Pulau Sulawesi.
Penemuan ini masuk dalam jurnal Nature berjudul 'Hominins on Sulawesi during the Early Pleistocene' yang terbit pada Rabu (6/8). Menurut para peneliti manusia purba itu berhasil menyeberang ke Pulau Sulawesi secara tidak sengaja.
"Sangat tidak mungkin hominin purba ini memiliki kapasitas kognitif [terutama kemampuan perencanaan yang canggih] yang diperlukan untuk menciptakan perahu," kata arkeolog dan pemimpin ekspedisi, Adam Brumm, melansir ScienceAlert, Kamis (7/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemungkinan besar hominin mencapai Sulawesi secara tidak sengaja, kemungkinan besar sebagai hasil dari 'rafting' di atas matras vegetasi alami. Diperkirakan tikus dan monyet melakukan penyeberangan laut dari daratan Asia ke Sulawesi dengan cara ini," lanjut dia.
Para peneliti menemukan tujuh batu berlapis di Sulawesi. Batu-batu tersebut berada pada kedalaman yang berbeda-beda di bawah tanah.
Namun, berdasarkan penanggalan batu pasir lokal dan fosil babi yang berada di dekatnya, alat-alat tersebut diperkirakan berusia antara 1,04 juta tahun hingga 1,48 juta tahun.
Jika benar, artefak-artefak tersebut dapat mewakili bukti tertua aktivitas manusia di Wallacea, rangkaian pulau-pulau Indonesia yang memisahkan benua Asia dan Australia selama jutaan tahun. Identitas pembuat alat yang terisolasi tersebut masih menjadi misteri.
Brumm sudah meneliti hominin purba di wilayah tersebut selama puluhan tahun. Saat ini, ia memimpin ekspedisi arkeologi terbaru di Sulawesi bersama Budianto Hakim dari Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia (BRIN).
Arkeolog Debbie Argue, yang tidak terlibat dalam penemuan tersebut, mengatakan bahwa temuan ini sangat penting, karena menambah fakta mengejutkan bahwa hominin Pleistosen awal ternyata mampu menyeberangi lautan.
"Dengan bukti keberadaan hominin di tiga pulau yang belum pernah terhubung dengan daratan utama - Flores, Luzon, dan kini Sulawesi - kepulauan Asia Tenggara mulai terlihat sebagai perbatasan yang luar biasa bagi evolusi manusia," kata Argue.
Hingga saat ini, bukti tertua peralatan batu di Wallacea, yang diperkirakan berusia 1,02 juta tahun, berasal dari Flores, Nusa Tenggara Timur.
Flores merupakan lokasi para arkeolog menemukan Homo floresiensis berpostur pendek atau yang dikenal sebagai hobbit. Hominin setinggi satu meter dengan otak seukuran jeruk bali ini mengejutkan dunia saat ditemukan, karena tidak mirip dengan manusia purba lainnya.
Fosil H. floresiensis berumur hingga 100.000 tahun yang lalu, tetapi nenek moyangnya di pulau tersebut diperkirakan berumur 700.000 tahun. Alat batu berumur 1,02 juta tahun di Flores kemungkinan dibuat oleh nenek moyang tersebut, entah keturunan Homo erectus atau spesies hominin lain di daratan Asia.
Sejauh ini, para arkeolog belum menemukan fosil hominin di Sulawesi, tetapi bukti alat batu menunjukkan keberadaan mereka. Selain itu, para arkeolog juga belum mengetahui apakah populasi Sulawesi terkait dengan hominin di Flores.
Kendati begitu, Mike Morwood, salah satu penemu hobbit pada tahun 2003, meyakini bahwa Sulawesi adalah kunci untuk memahami asal-usul H. floresiensis.
"Kami selalu menduga bahwa hominin telah menetap di Sulawesi selama periode yang sangat lama, tetapi hingga kini kami belum pernah menemukan bukti yang jelas," kata Brumm.
Terinspirasi oleh pemikiran Morwood, Brumm menduga bahwa Sulawesi pernah menjadi jembatan menuju Flores dari daratan Asia, yang pernah membentang hingga Jawa dan Kalimantan.
Para arkeolog kini berencana untuk mencari jejak langsung para pembuat alat misterius di Sulawesi.
"Kami juga bekerja di situs-situs yang jauh lebih muda yang kami harapkan dapat memberikan wawasan tentang apa yang terjadi pada manusia purba ini ketika spesies kami tiba di pulau ini setidaknya 65.000 tahun yang lalu," kata Brumm.
(dmi/dmi)