Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap penyebab rumah-rumah di Kabupaten Sukabumi mengalami kerusakan saat rangkaian gempa mengguncang wilayah tersebut pada akhir pekan lalu.
"Kerusakan bangunan rumah disebabkan karena hiposenter gempa yang dangkal, kondisi tanah lunak di zona gempa dan struktur bangunan yang lemah tidak standar tahan gempa," ujar Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam keterangannya, Minggu (21/9).
Gempa berkekuatan M4,0 menggetarkan Sukabumi pada Sabtu (20/9) malam pukul 23:47:44 WIB, yang kemudian diikuti oleh puluhan gempa susulan di hari berikutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rangkaian gempa ini menimbulkan kerusakan ringan pada beberapa bangunan rumah warga di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan.
Catatan sementara menunjukkan ada 5 rumah yang terdampak, dan 20 jiwa harus menghadapi situasi darurat.
Hasil pemantauan menunjukkan total 39 gempa susulan terjadi setelah gempa utama. Gempa susulan yang dirasakan warga sebanyak 5 kali dengan kekuatan M3,0 M3,8 M26, M2,8 dan 3,8.
Magnitudo gempa susulan terbesar sendiri berkekuatan M3,8 dan terkecil M 1,9.
Gempa yang mengguncang Kabupaten Sukabumi dan wilayahnya sekitarnya ini disebut sebagai gempa tektonik kerak dangkal atau shallow crustal earthquake yang dipicu aktivitas sesar aktif.
Daryono menjelaskan episenter atau pusat gempa terletak di darat, tepatnya di wilayah Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi.
Bukti gempa Sukabumi-Bogor ini adalah gempa tektonik disebut terlihat pada bentuk gelombang gempa (waveform) hasil catatan Sensor Seismik DBJI (Darmaga) dan CBJI (Citeko) dengan karakteristik gelombang S (shear) yang tampak kuat dengan komponen frekuensi tinggi.
"Fakta ini sekaligus memastikan bahwa gempa yang terjadi bukan dipicu gempa volkanik," terang Daryono.
Hasil analisis BMKG menunjukkan gempa memiliki mekanisme pergerakan mendatar/geser.
Lebih lanjut, Daryono mengatakan gempa Sukabumi-Bogor ini tidak dipicu oleh aktivitas Sesar Citarik, karena pusat gempa utama dan susulannya tersebar jauh di sebelah barat jalur Sesar Citarik.
Gempa merusak di wilayah ini, kata Daryono, bukan pertama kali terjadi. Kejadian serupa disebut pernah terjadi pada Maret 2020 di mana ratusan rumah rusak di 6 kecamatan yang termasuk Kabandungan.
Kemudian, pada Juli 2000 gempa juga merusak banyak rumah di beberapa kecamatan, termasuk Kabandungan.
Tiga tahun berselang, gempa merusak terjadi kembali, tepatnya pada Desember 2023 di Pamijahan dan Kabandungan yang menyebabkan 61 rumah rusak.
(lom/mik)