Sebuah bukit berbentuk kalajengking sepanjang 62 meter di Meksiko diduga dimanfaatkan sebagai penanda masuknya fenomena solstis atau titik balik Matahari oleh masyarakat Mesoamerika.
Arkeolog mendokumentasikan bukit berukuran 62,5 meter pada 2014 saat melakukan survei sistem irigasi prasejarah di Lembah Tehuacán, sekitar 260 kilometer sebelah tenggara Kota Meksiko.
Beberapa artefak dan persembahan ditemukan di bukit berbentuk kalajengking ini, yang membantu tim menentukan usianya pada periode Late Classic dan Early Postclassic (sekitar tahun 600 hingga 1100 Masehi).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukit patung kalajengking ini tetap utuh secara luar biasa selama berabad-abad.
Bukit ini memiliki kepala, tubuh, cakar, dan ekor yang dipahat dari campuran tanah dan batu yang ditumpuk setinggi 80 sentimeter. Tim juga menemukan artefak yang terkubur di tempat di mana "tanduk" kalajengking seharusnya berada.
"Fitur patung semacam ini cukup tidak biasa di Mesoamerika," tulis para peneliti dalam studi yang diterbitkan pada 29 Agustus di jurnal Ancient Mesoamerica tersebut.
James Neely, penulis utama studi sekaligus profesor emeritus arkeologi di Universitas Texas di Austin, mengatakan temuan ini menunjukkan pengamatan langit dan pemantauan peristiwa astronomi bukan hanya dilakukan kalangan elit, tetapi juga masyarakat biasa di Mesoamerika.
"Ini adalah indikasi pertama bahwa pengetahuan dan pengendalian fenomena astronomi berdasarkan pengamatan Matahari tidak sepenuhnya dikuasai oleh kalangan elit," kata Neely, dikutip dari Live Science.
Bukit kalajengking ini adalah salah satu dari 12 bukit, yang tampaknya merupakan bagian dari kompleks sipil dan upacara dengan area seluas sekitar 9 hektar. Bukit ini juga diduga merupakan bagian kuburan atau lubang penyimpanan.
Para peneliti menduga kompleks ini mungkin digunakan untuk pengamatan astronomi, membantu pekerja pertanian mengetahui kapan harus melakukan ritual serta menanam dan memanen tanaman mereka.
Beberapa bukit memiliki ruangan dan dinding, tetapi hanya bukit berbentuk kalajengking yang memiliki bentuk khusus. Hal ini menjadikannya bukit effigy atau tumpukan tanah yang sengaja dibentuk menjadi bentuk, simbol atau figur tertentu.
Meski ribuan bukit tanah yang dibangun oleh penduduk asli Amerika ditemukan di Amerika Utara, bukit effigy jarang ditemukan di Mesoamerika, sehingga bukit berbentuk kalajengking ini menjadi penemuan yang langka.
Kalajengking, yang dikenal sebagai Tlāhuizcalpantēcuhtli, adalah dewa yang sangat berkuasa di Mesoamerika pra-Hispanik. Banyak suku Mesoamerika menganggapnya sebagai dewa langit dan tokoh utama dalam pantheon dewa Aztek.
Bagi orang Mesoamerika, Tlāhuizcalpantēcuhtli mewakili Venus, planet bintang pagi, seperti yang ditulis para peneliti dalam studi tersebut.
Saat mempelajari bukit kalajengking, tim peneliti menyadari bahwa bukit tersebut menghadap ke timur-timur laut, sebuah petunjuk bahwa bukit tersebut sejajar dengan terbitnya Matahari pada solstis musim panas.
Solstis musim panas merupakan tanggal upacara penting di Mesoamerika, karena menandai dimulainya musim hujan dan musim tanam.
"Pada hari-hari menjelang solstis, Matahari terbit di antara dua cakar, dan dengan demikian menandakan kedatangan musim hujan sehingga petani lokal dapat mempersiapkan ladang mereka untuk penanaman," kata para peneliti.
Para peneliti juga menduga Matahari terbenam pada solstis musim dingin terkait dengan bukit kalajengking. Jika seseorang berdiri di ujung cakar kiri, mereka dapat melihat Matahari terbenam di balik ekor kalajengking.
"Berdasarkan perkiraan ini, bukit berbentuk kalajengking tersebut memungkinkan penggunanya untuk menentukan tanggal solstis musim panas dan musim dingin, yang merupakan pola penyelarasan umum dalam arsitektur Mesoamerika," tulis para peneliti dalam studi tersebut.
(lom/fea)