Komdigi Bertemu Asosiasi dan Publisher Gim, Apa yang Dibahas?
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menggelar audiensi dengan perwakilan asosiasi dan pelaku industri gim daring membahas penguatan industri, khususnya terkait perlindungan anak dan moderasi konten.
Pertemuan yang berlangsung di Kantor Komdigi, Jakarta Pusat pada Kamis (13/11) tersebut dihadiri Asosiasi Game Indonesia (AGI) dan lebih dari 20 publisher global dan lokal, di antaranya Tencent, Garena, Agate, Megaxus, Nintendo, dan Playstation.
"Isu ruang digital, termasuk gim daring, menjadi atensi pemerintah dan publik dalam beberapa waktu terakhir. Karena itu kita perlu bergerak cepat dan terukur, tetapi tetap membuka ruang dialog dengan industri agar ekosistem digital kita aman tanpa menghambat inovasi," kata Dirjen Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar dalam sebuah keterangan, Jumat (14/11).
Dalam kesempatan tersebut, para publisher gim daring menyampaikan apresiasi atas keterbukaan pemerintah dan menyatakan komitmen mendukung implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS), termasuk klasifikasi usia, moderasi konten, parental control, serta edukasi bagi orang tua.
"PP Tunas menetapkan standar keamanan minimum bagi seluruh platform digital, termasuk gim daring. Mulai dari verifikasi usia, pembatasan akses fitur berisiko tinggi, hingga moderasi konten. Semua ini adalah fondasi agar ruang digital tetap aman dan layak bagi anak," tutur Alex.
Ia menyebut PP Tunas adalah dasar hukum perlindungan anak, sementara Indonesia Game Rating System (IGRS) berfungsi sebagai instrumen teknis klasifikasi gim.
Dalam audiensi tersebut, Komdigi dan perwakilan industri gim sepakat perlunya harmonisasi aturan agar proses kepatuhan lebih jelas, mudah, dan tidak tumpang tindih.
AGI dan pelaku industri juga menyatakan kesiapan untuk terlibat aktif dalam literasi digital dan membantu meningkatkan pemahaman mengenai penggunaan gim yang sehat dan aman bagi anak.
"Integrasi PP Tunas dan IGRS adalah kunci agar perlindungan anak bisa berjalan efektif. Semua platform digital harus memiliki pedoman yang konsisten dan dapat diterapkan. Kepatuhan para PSE tidak hanya soal memenuhi aturan, tetapi juga komitmen bersama menjaga ruang digital yang ramah anak," terang Alex.
Lebih lanjut, Komdigi juga memaparkan rencana tindak lanjut, mulai dari penyelenggaraan rapat teknis lanjutan dengan asosiasi dan publisher, penyusunan roadmap moderasi konten gim daring, pembaruan modul literasi digital untuk orang tua dan anak, hingga pembentukan Pokja bersama untuk sinkronisasi kebijakan.
Sebagai penutup, Alex menegaskan pemerintah tidak pernah memiliki maksud untuk membatasi pertumbuhan industri gim, tetapi memastikan ruang digital berkembang secara aman dan bertanggung jawab.
"Kita ingin industri gim berkembang, kreatif, dan kompetitif. Tapi perlindungan anak adalah garis merah. Kuncinya kolaborasi: pemerintah, industri, orang tua, dan sekolah harus bergerak bersama," tandasnya.
(lom/dmi)