Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memusnahkan puluhan perangkat telekomunikasi ilegal dan tidak tersertifikasi yang penggunaannya berpotensi mengganggu layanan publik seperti penerbangan, respons kebencanaan, hingga telekomunikasi.
"Perangkat yang dimusnahkan hari ini sebanyak 75 perangkat merupakan barang bukti hasil penertiban di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah dalam hal ini di Semarang," ujar Ervan Fathurokhman Adiwidjaja, Plh. Dirjen Infrastruktur Digital di Stasiun Balai Monitoring Kalasan, Yogyakarta, Kamis (27/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ervan mengatakan terdapat 15 perangkat dari Balai Monitoring Yogyakarta yang terdiri dari pemancar frekuensi rakitan, perangkat microwave link, access point, dan repeater GSM.
Sementara itu, 60 perangkat lain berasal dari Balai Monitoring Semarang dan terdiri dari exciter siaran radio, ethernet switch, media converter router, dan modem yang digunakan tanpa izin yang sah.
Ervan menjelaskan penertiban perangkat ilegal ini bukan pertama kali dilakukan. Sepanjang 2025, penertiban serupa telah dilakukan sebanyak tiga kali.
Penindakan pemanfaatan frekuensi disebutnya sebagai agenda nasional dalam menjaga tata kelola spektrum frekuensi di Indonesia.
"Apa yang kita lakukan hari ini mungkin secara fisik hanya memukul dan menggilas perangkat. Namun secara substansi kita sedang menutup satu sumber gangguan," tutur Ervan.
"Melalui penertiban spektrum frekuensi sebagai kegiatan rutin Komdigi, kita sedang menyiapkan pondasi yang bersih bagi keselamatan penerbangan, kecepatan respons kebencanaan, dan kualitas layanan telekomunikasi agar seluruh infrastruktur digital Indonesia dapat bekerja untuk satu tujuan yang sama, yaitu kepentingan dan keselamatan rakyat," imbuhnya.
Ervan mengatakan ada beberapa modus pelanggaran yang kerap ditemukan berkaitan dengan perangkat radio, mulai dari siaran radio yang mengudara pada frekuensi ilegal hingga menggunakan pemancar rakitan tanpa sertifikat.
Kemudian, ada juga penggunaannya wireless access point yang dimodifikasi sehingga memancarkan di luar alokasi izin kelas dan melanggar ketentuan sertifikat alat.
Selain itu, penggunaan repeater GSM yang dibeli secara online tanpa sertifikasi yang pada saat dinyalakan justru mengganggu jaringan operator seluler yang resmi.
"Bagi rekan-rekan komunitas, kami juga mengimbau untuk menghentikan penggunaan perangkat rakitan dan perangkat murah yang tidak bersertifikat," kata Ervan.
"Apa yang tampak murah di awal justru bisa menjadi sangat mahal ketika mengakibatkan gangguan layanan publik dan berujung pada sanksi administratif maupun sanksi pidana," tandasnya.
(lom/dmi)