Studi Ungkap Kebanyakan Main Medsos Bikin Anak Jadi Tak Fokus

CNN Indonesia
Rabu, 10 Des 2025 08:30 WIB
Studi terbaru menunjukkan penggunaan media sosial oleh anak dapat merusak konsentrasi dan berkontribusi pada ADHD.
Ilustrasi. Studi terbaru menunjukkan penggunaan media sosial oleh anak dapat merusak konsentrasi dan berkontribusi pada ADHD. (Foto: istockphoto/ Orbon Alija)
Jakarta, CNN Indonesia --

Studi terbaru menemukan peningkatan penggunaan media sosial oleh anak dapat merusak tingkat konsentrasi mereka dan berkontribusi terhadap kasus defisit perhatian dan hiperaktivitas (ADHD).

Laporan yang telah direview oleh rekan sejawat ini memantau perkembangan lebih dari 8.300 anak-anak di Amerika Serikat (AS) berusia 10 hingga 14 tahun dan mengaitkan penggunaan media sosial dengan "peningkatan gejala ketidakmampuan berkonsentrasi".

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peneliti dari Karolinska Institute di Swedia dan Oregon Health & Science University di AS menemukan bahwa anak-anak menghabiskan rata-rata 2,3 jam sehari menonton televisi atau video online, 1,4 jam di media sosial, dan 1,5 jam bermain video game.

Tidak ditemukan hubungan antara gejala terkait ADHD, seperti mudah teralihkan, dengan bermain video game atau menonton TV dan YouTube.

Namun, studi tersebut menemukan bahwa penggunaan media sosial dalam jangka waktu tertentu terkait dengan peningkatan gejala ketidakmampuan berkonsentrasi pada anak-anak.

ADHD adalah gangguan neurodevelopmental dengan gejala termasuk impulsif, lupa tugas sehari-hari, dan kesulitan berkonsentrasi.

"Kami mengidentifikasi hubungan antara penggunaan media sosial dan peningkatan gejala ketidakmampuan berkonsentrasi, yang diinterpretasikan di sini sebagai efek kausal yang mungkin," kata studi tersebut, dikutip dari The Guardian, Senin (8/12).

"Meskipun ukuran efeknya kecil pada tingkat individu, hal ini dapat memiliki konsekuensi signifikan jika perilaku berubah pada tingkat populasi. Temuan ini menyarankan bahwa penggunaan media sosial mungkin berkontribusi pada peningkatan insiden diagnosis ADHD," tambahnya.

Torkel Klingberg, seorang profesor neurosains kognitif di Karolinska Institute, mengatakan studinya menunjukkan bahwa media sosial secara khusus memengaruhi kemampuan anak-anak untuk berkonsentrasi.

"Media sosial melibatkan gangguan konstan dalam bentuk pesan dan notifikasi, dan hanya dengan memikirkan apakah ada pesan yang masuk saja sudah dapat menjadi gangguan mental. Hal ini memengaruhi kemampuan untuk tetap fokus dan dapat menjelaskan hubungan tersebut," tuturnya.

Studi ini menemukan bahwa hubungan dengan ADHD tidak dipengaruhi oleh latar belakang sosioekonomi atau kecenderungan genetik terhadap kondisi tersebut.

Klingberg menambahkan peningkatan penggunaan media sosial mungkin menjelaskan sebagian dari peningkatan diagnosis ADHD.

Menurut survei nasional kesehatan anak-anak di AS, prevalensinya di kalangan anak-anak meningkat dari 9,5 persen pada 2003-2007 menjadi 11,3 persen pada 2020-2022.

Para peneliti menekankan bahwa hasil ini tidak berarti semua anak yang menggunakan media sosial mengalami masalah konsentrasi. Namun, mereka menyoroti peningkatan penggunaan media sosial oleh anak-anak seiring bertambahnya usia dan penggunaan media sosial oleh anak-anak jauh sebelum mereka berusia 13 tahun, usia minimum untuk aplikasi seperti TikTok dan Instagram.

"Penggunaan media sosial yang semakin dini dan meningkat ini menyoroti perlunya verifikasi usia yang lebih ketat dan pedoman yang lebih jelas bagi perusahaan teknologi," jelas laporan tersebut.

Studi ini juga menemukan peningkatan yang stabil dalam penggunaan media sosial, dari sekitar 30 menit per hari pada usia sembilan tahun menjadi dua setengah jam per hari pada usia 13 tahun.

Anak-anak tersebut terdaftar dalam studi ini pada usia sembilan dan 10 tahun antara 2016 dan 2018. Studi ini sendiri akan dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics Open Science.

"Kami berharap temuan kami dapat membantu orang tua dan pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan yang terinformasi dengan baik mengenai konsumsi digital yang sehat yang mendukung perkembangan kognitif anak-anak," kata Samson Nivins, salah satu penulis studi dan peneliti pasca-doktoral di Karolinska Institute.

(lom/dmi)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER