Telkom berharap PT Telkom Infrastruktur Indonesia (TIF) atau Infranexia yang mengelola bisnis dan aset fiber optik bisa mengejar pendapatan Telkomsel, yang sekarang menjadi tulang punggung perusahaan plat merah tersebut.
"Jadi kalau kita lihat sekarang Telkomsel memang secara kontribusinya ini terbesar di dalam grup. Target kami itu sampai dengan 2030 proporsinya akan berkurang dari Telkomsel. Bukan artinya number absolute-nya Telkomsel diturunkan ya, tapi number absolute-nya tetap tinggi," ujar Direktur Strategic Business Development & Portfolio Seno Soemadji dalam konferensi pers di Telkom Landmark Tower, Jakarta, Kamis (18/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun kita akan membangun beberapa engine revenue growth yang baru, salah satunya adalah dari Infra co, data center, termasuk juga di dalamnya B2B ICT co," tambahnya.
Seno menjelaskan saat ini Telkom memiliki 4 kluster perusahaan, yakni Business to Consumer (B2C); Business to Business (B2B) infrastruktur yang di dalamnya termasuk perusahaan yang mengelola data center, tower, satelit, serta Infranexia yang mengelola fiber optik; Business to Business (B2B) Information and Communication Technology (ICT) yang menyediakan ekosistem digital terintegrasi yang mencakup layanan Connectivity+, Internet of Things (IoT), Cybersecurity, hingga Artificial Intelligence (AI); serta Telkom Internasional.
Kluster bisnis infrastruktur sendiri diharapkan bisa mengejar Telkomsel yang saat ini menjadi kontributor utama pendapatan perusahaan.
Sebagai informasi, Telkom mencatatkan revenue kuartal III-2025 sebesar Rp109,6 triliun, dengan kontribusi dari Telkomsel mencapai Rp81,3 triliun, termasuk dari bisnis Indihome sebesar Rp19,7 triliun.
Lebih lanjut, Infranexia sendiri saat ini sudah beroperasi, tetapi legal day 1-nya baru pada 1 Januari 2026 mendatang.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Utama Telkom Dian Siswarini mengatakan pemisahan aset atau spin off ke Infranexia dikarenakan pihaknya melihat pengelolaan infrastruktur jaringan khususnya fiber optik itu membutuhkan fokus yang khusus, membutuhkan tata kelola yang khusus dan juga model bisnis yang lebih terdedikasi agar mampu menghasilkan nilai yang maksimal atau creating value yang optimal dalam memonetasi dan membuka ruang kemitraan strategi yang lebih luas lagi.
"Oleh karena itu, Infranexia ini dihadirkan sebagai entitas Telkom Grup yang secara khusus mengonsolidasikan, mengelola dan mengumpulkan bisnis wholesale fiber connectivity," katanya.
Salah satu objektif Infranexia, kata Dian, adalah untuk memberikan layanan konektivitas kepada pelanggan secara lebih luas lagi sehingga industri telekomunikasi itu bisa lebih berkembang dan juga lebih efisien.
Saat ini pemisahan sebagian aset ini baru memasuki fase 1, dengan fase 2 diharapkan bisa dilakukan semester 2026.
Pada tahap pertama sendiri aset yang dipisahkan sekitar 50 persen dari total aset fiber optik Telkom dengan aset book value sekitar Rp35 triliun.
Saat ini pendapatan utama bisnis fiber optik Telkom ini masih didapatkan dari Telkomsel, dengan kontribusi sekitar 90 persen. Dian mengatakan ke depannya kontribusi ini diharapkan berubah dengan tambahan dari selain Telkomsel.
"Diharapkan ke depannya komposisi tersebut bisa berubah sehingga bisnis dari luar Telkomsel, dari luar Telkomsel bisa berkembang dengan lebih signifikan," tuturnya.
(lom/dmi)