Jakarta, CNN Indonesia -- Kuntulan bermula dari seni hadrah yang menjadi representasi akulturasi budaya nusantara dengan kesenian Timur Tengah. Baik hadrah maupun kuntulan mendominasi pertunjukan untuk tujuan dakwah. Kuntulan di tanah air pada masa penjajahan bahkan dipakai untuk membangkitkan kesadaran dan semangat untuk melawan kolonial. Namun, pada era revolusi 1965, kuntulan harus tenggelam bersama kesenian daerah lain seperi kebo-keboan dan gandrung. Gejolak politik saat itu mengidentikan pelaku kesenian dengan Partai Komunis Indonesia. Kuntulan benar-benar harus tiarap saat orde baru berkuasa. Generasi 60-an dan 70-an bahkan tidak bisa menikmati kuntulan. Kini, kuntulan kembali hadir dengan kundaran (kuntulan dadaran) dari Banyuwangi yang lebih luwes, dari penari yang tidak harus laki-laki, kostum yang berwarna-warni dan alat musik yang lebih beragam.