"Rapid Test" masih jadi andalan dan diterapkan sebagai cara mendeteksi dini virus corona. Meski begitu, tetap adan pro dan kontra yang mengiringinya. Belum usai soal
akurasi test antibody tersebut, yang terbaru terkait tarif batas atas "rapid test" mandiri sebesar Rp. 150.000 yang mendapat reaksi beragam dari publik hingga
instansi kesehatan. Bagaimana menjawab serta menengahi ini? Benarkah jika salah satu implikasi pelayanan dasar "rapid test" di masa darurat Covid-19 ini dijadikan
ladang bisnis? Berikut pembahasanya dengan Anggota Pengurus PERSI Tonang Dwi Ardyanto dan Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay.