Pakar Epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman, menyatakan kandidat vaksin yang dikembangkan Astrazeneca dan Oxford University harus diuji kembali efektivitasnya. Jika dibandingkan dengan kandidat vaksin Sinovac yang dikembangkan di Indonesia, kandidat vaksin ini memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri.
Dicky mejelaskan, Astrazeneca dan Oxford University harus menjelaskan perbedaan efektivitas kandidat vaksinnya ketika disuntikkan dengan dosis berbeda. Pasalnya, saat disuntikkan dengan setengah dosis, kandidat vaksin tersebut menunjukkan efektivitas 90%. Namun saat disuntikkan dengan dosis penuh, efektivitasnya turun hanya 70%.
Dicky juga mengatakan, Astrazeneca dan Oxford harus lebih terbuka terkait dugaan perbedaan protokol uji klinis yang dilakukan di Inggris dan negara lainnya. Menurut Dicky, keunggulan kandidat vaksin Astrazeneca yang bisa disimpan di suhu 2 hingga 8 derajat celcius atau suhu lemari es biasa, bisa menjadi pertimbangan pemerintah untuk mendatangkan vaksin tersebut.
Namun demikian, menurut Dicky, akan lebih menguntungkan jika pemerintah fokus mengembangkan dan menunggu hasil dari kandidat vaksin Sinovac yang diuji klinis di Bandung.