Dicki, remaja 15 tahun, seorang tunadaksa yang menghabiskan hari-hari di atas kursi roda. Namun senyumnya menjadi semangat dan harapan bagi ayahnya, Zailan, seorang buruh serabutan yang berjuang sebagai orang tua tunggal.
Sementara Gilang dan Fadhilah adalah dua kakak-beradik tunadaksa berprestasi. Bertahun-tahun mereka berbagi satu kursi roda untuk berdua, karena keterbatasan ekonomi kedua orang tuanya yang bekerja sebagai penjual siomay dan buruh jahit harian