Bandung, CNN Indonesia -- Bandung dikenal sebagai salah satu kota dengan destinasi wisata yang beragam. Atas inilah Kota Bandung meraih banyak perhargaan dari banyak pihak.
Wisata yang menjadi andalan adalah taman kota di berbagai sudut Kota Kembang. Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil menaruh perhatian besar dengan pembangunan taman ini.
Bukan sebagai tempat wisata, Bandung juga menjadi salah satu kota pendidikan yang menjadi primadona di Indonesia. Sebut saja Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, UIN Sunan Gunung Djati, Telkom University yang jadi pilihan menuntut ilmu. Kampus ini sering menerima banyak mahasiswa setiap tahunnya.
Seiring berjalannya waktu, pergeseran makna kota pendidikan ini berubah menjadi kota konser. Mengapa? karena banyaknya konser-konser yang dibuat oleh mahasiswa. Setiap minggunya, dengan mudah ditemukan konser berbagai jenis genre bertebaran di Bumi Pasundan. Konser ini biasanya diselenggarakan di akhir pekan.
Mahasiswa punya banyak cara supaya bisa mengadakan konser. Mulai dari acara amal, ulang tahun himpunan atau senat, penutupan acara seminar atau lomba tertentu, dan sebagainya. Tak tanggung-tanggung, tiket pun dipatok semurah mungkin demi merenggut hati penonton.
Bintang tamu diundang bukan artis murahan. Mereka undang band yang punya nama besar dan sesuai selera musik mahasiswa (biasanya pop, alternatif, jazz, dan indie).
Menurut kabar yang kami terima, beberapa kampus yang mengadakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tak jarang di desanya mengadakan organ tunggal atau dangdut. Biduan seksi bernyanyi dan joget bersama. Minuman keras, ganja, dan lainnya gampang ditemukan.
Tidak ada salahnya memang mahasiswa membuat konser. Akan tetapi, apakah ini sudah termasuk dalam nilai tri dharma perguruan tinggi? Di mana mahasiswa membuat penelitian, pengabdian masyarakat, dan pengajaran.
Boleh saja mengadakan seminar, namun harus diakhiri konser band rasanya mengurangi rasa intelegensi mahasiswa. Seakan mahasiswa lebih senang berfoya-foya dari pada belajar.
Musik sudah menjadi sebuah ciri kelas sosial untuk mahasiswa. No music, no cool. Mungkin itu yang ada di pikiran mereka. Jika tidak mengikuti kebiasaan tersebut rasanya ada yang kurang, ada yang salah, sehingga tradisi tersebut terus berlangsung.
Zaman semakin modern. Globalisasi memang sulit dihindarkan. Jangan sampai nilai-nilai tri dharma hilang dalam jiwa para pemuda penerus bangsa. Mahasiswa harus mengadakan kegiatan positif penambah wawasan keilmuan.
Mahasiswa harus saling bersinergi, membangun Indonesia lebih baik dengan penelitian, pengabdian, dan pendidikan. Bukan dengan konser hingga larut malam serta minuman keras.
(ded/ded)