Jakarta, CNN Indonesia -- Pada awal produksi drama, biasanya kalian akan bertemu penulis naskah dan sutradara atau penulis naskah merangkap sutradara serta para calon artis panggung plus manajemen. Jika naskah terjemahan biasanya diwakili sutradara.
Umumnya isi sebuah naskah terdiri atas tokoh pemeran, baik kelompok maupun individu, lokasi kejadian, waktu, dialog dan notasi
scene by scene scenery. Semisal begini:
Adegan Satu. Beranda Rumah Paman. Desa Jatiwangi. Pagi. (Sekelompok penari payung
entrance sambil menyanyi. Musik riang gembira)… Dan seterusnya dialog pemain…
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Membaca Naskah: Artis panggung wajib mempelajari semua peran tertulis di naskah. Meski bukan peran yang akan diperankan. Menghapal, memahami setiap notasi adegan, arah kalimat, tujuan kalimat, fungsi kalimat, agar detail cerita utuh terserap intelegensi-imajinasi, sampai ke lawan main, guna membangun dialog adegan hingga dipahami penonton.
Que-Kalimat: Disiplin pada rangkaian kalimat hingga akhir, semisal “Apakah adik sudah makan…” akhir kalimat “…sudah makan” adalah ‘Que’ dialog untuk lawan main baik kelompok maupun individu. Penting, tidak boleh lupa atau diganti, sekalipun seakan kalimat persamaannya atau seakan sama, semisal “…sudah makan” menjadi “…baru makan” hal itu akan menyebabkan dialog tidak menemukan lanjutan peristiwa-telah terjalin di imajinasi penonton.
Memahami Peranan Lawan Main: Ini penting. Mengapa? Di situlah fungsi dialektika pengadeganan menemukan rasa-irama pemeranan dalam konteks cerita antar pemain, setelah memahami naskah dan penyutradaraan. Dengarkan kalimat lawan main secara seksama, serap emosi-ekspresinya, untuk membangun gradasi karakter peranan, semisal begini:
Dullah: (Sambil mencari kertas di lemari, sepulang sekolah dan tetap semangat) “Adik, di mana kertas surat yang kemarin di pinjam…”
Dengan kalimat sederhana di atas, tugas seorang artis panggung, mampu mengekspresikan semangat setelah pulang sekolah dan tetap sayang pada Adik. Metode imajinasinya, bisa memakai kesadaran empiris sehari-hari, misalnya.
Latar Belakang Naskah: Penting mengetahui latar belakang penulisan naskah. Kapan dan mengapa menulis demikian, apa pesannya dalam konteks perilaku budaya dan moral naskah, untuk menjadi kerangka acuan komunikasi ke khalayak.
Latar Belakang Penulis Naskah: Apa dan siapa penulisnya. Bertemu dengan penulisnya, jika tidak, sila mencari info dari berbagai sumber. Rangkum abstraksinya.
Latar Belakang Peranan: Ada dua metode riset, empirik-imajiner, pilih salah satu saja, sesuai kemampuan intelegensi, fisik, mental dan material. Semisal mendapat peran tukang sulap pinggir jalan. Riset empirik, melihat langsung aksi tukang sulap di lokasi berbeda dan melihat kehidupan aslinya. Riset imajiner, melihat melalui media film, gambar atau teks.
Setelah melihat dan mempelajari tukang sulap tersebut, bandingkan, lalu pilih mana paling tepat dan bisa meyakinkan penonton saat berperan sebagai tukang sulap.
Menyoal metode riset, sekadar alat bantu intelegensi mind visual. Riset bukan segala-galanya, bisa jadi si pemeran menemukan bentuk baru dari peranannya. Semisal peran setan neraka, tak mungkin kan riset ke neraka. Karena itu calon aktor harus sehat jasmani-rohani. Untuk siswa SD hingga SMA, dianjurkan metode imajiner saja. Mengingat waktu sekolah sangat padat.
Melatih Ekspresi: Melatih seluruh indera, fisik, mental diri secara visual, gerakan tubuh, suara, boleh di depan cermin atau tanpa cermin. Lebih baik tanpa cermin. Mengapa? Lebih benar dan baik, melatih kepekaan realitas panggung secara intuitif, mengolah rasa-irama peranan.
Melatih vokal: Tak perlu teriak seperti kesetanan, sekali pun di lingkungan kampus, sekolah, kantor dan tetangga sekitar. Cukup olah raga secara individu atau kelompok. Belajar olah vokal, tubuh dan pernapasan dengan ahli di bidangnya. Jangan melupakan pola makan sehat. Mengapa? Bekal seorang artis panggung hanya ruh, tubuh, intelegensi, sehat jasmani dan rohani.
Latar Belakang Penyutradaraan: Artis panggung wajib bertanya ke sutradara tentang konsep penyutradaraan. Konteksnya dengan perilaku
blocking and directing. Kewajiban sutradara menjelaskan konsep penyutradaraan, setara bersama menemukan
clue dari pengadeganan.
Fungsi sutradara di Seni Drama: Memberi arahan intelektual logis, terkonsep latar belakang penyutradaraan, disepakati bersama peserta pementasannya. Ini berlaku untuk jenis pementasan personal/sanggar, sekolah, kampus, maupun dengan badan manajemen.
Sutradara seni drama bukan raja, bukan diktaktor, tidak boleh seenaknya memperlakukan artis panggungnya demi menuju
clue aesthetically pengadeganan, baik secara personal maupun keseluruhan. Kedudukan sutradara dan artis panggung setara sebangun, dalam bentuk kerjasama seluruh tim diproses latihan menuju pementasan.
Ibarat tubuh, sutradara seni drama hanya menjadi kepala. Sedangkan dari leher hingga ke ujung kaki adalah milik artis panggung dan perangkat lengkap perencanaan pertunjukan. Bayangkan jika kepala tanpa badan selengkapnya, demikian juga sebaliknya.
Jika ada perilaku menyimpang penyutradaraan di luar konteks kesepakatan, artis panggung wajib berani menggunakan haknya. Mengingatkan kembali konsep penyutradaraan dalam arti seluasnya. Jika sutradara tetap tak perduli kesepakatan estetis awal, sebaiknya seorang artis panggung berani mengundurkan diri dari proses pelatihan tersebut.
Seni drama, murni seni kolektif. Dilarang menjadi bentuk ‘Seni Drama Sutradara’ dalam arti sutradara menyodorkan ego-karakteristik pahamnya sendiri, tidak perduli kaidah seluruh tujuan pementasan inheren hakikat mufakat timnya. Singkatnya dilarang menjadi pertunjukan ‘ego teater sutradara’, berakibat tak tepat di komunikasikan ke penonton.
Info akademis mengenai seni drama bisa didapat lewat berbagai sumber. Semoga bermanfaat pengantar dasar-dasar seni peran secara singkat dan sederhana. Selamat mencoba dan bekerja. Salam sukses dalam Indonesia Unit.
(ded/ded)