Jakarta, CNN Indonesia -- Banyak orang berpikir bahwa pendidikan di perkotaan lebih maju dibanding wilayah pedesaan atau pelosok. Tapi faktanya tak begitu, kata Rahmat Danu Andika, alumnus pengajar muda di komunitas Indonesia Mengajar, yang pernah bertugas di pelosok Halmahera Selatan selama satu tahun.
Pria kelahiran 25 Februari 1987 ini berkisah, masyarakat di tempatnya bertugas jauh dari rasa stres seperti di kota besar. “Tidak ada macet seperti di kota, mereka merasa bahagia makan hasil laut dan beraktivitas sehari-hari," Ujar Rahmat Danu Andika kepada CNN Student, di kantor Indonesia Mengajar, beberapa waktu lalu.
Dika, sapaan akrabnya mengatakan kondisi yang ia lihat sempat membuat dirinya dilema. Dia berpikir, apakah sudah tepat dia mengajar di daerah tersebut. Pasalnya, meski standar pendidikannya rendah, hal itu tak menjadi beban bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat hari pertama, saya baru tahu ternyata sekolah di sana masuk jam 09.00 pagi dan pulang jam 12.00 siang. Wajar masuk jam segitu karena perjalanan ke sekolah pun sangat jauh. Saat awal mereka kita ajak sekolah, mereka lebih pilih bermain-main, dan lain sebagainya. Dari situ ekspektasi saya tentang pendidikan di sana jadi rendah, karena menurut mereka pendidikan tidak terlalu penting buat dirinya,” tambah dika.
Setelah beberapa lama Dika menyadari bahwa masyarakat di sana masih mempercayai beberapa mitos yang menyebabkan pendidikan di sana tidak maju. Dia pun merasa tertantang untuk mampu mematahkan mitos tersebut.
"Mitos masyarakat di sana itu, mereka merasa bodoh. Mereka menganggap bahwa memang gen orang Jawa itu berbeda. Alhasil ketika bagi rapor anaknya mendapat nilai empat juga dianggap biasa," kata Dika.
Selama satu tahun Dika berusaha berinteraksi dan memunculkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Hasilnya, mitos-mitos tersebut mulai hilang. Anak-anak mulai semangat dan percaya diri dalam meraih pendidikan.
Berbagai kegiatan sekolah diaplikasikan bersama permainan dan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan. Anak-anak pun pelan-pelan diperkenalkan dan disadarkan akan pentingnya pendidikan.
Pada 2015 lalu, lima tahun setelah Dika menyelesaikan tugasnya, dia melawat kembali tempatnya bertugas. Ternyata kondisinya sudah jauh berbeda.
Saat ini, anak-anak langsung antusias dengan berbagai aktivitas dan semangat mengikuti kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan. Banyak juga guru di sana yang sudah memiliki inisiatif tinggi guna meningkatkan mutu pengajaran.
(ded/ded)