Resensi Buku: Sahabat yang Pantas Dikenang

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Kamis, 26 Jan 2017 12:28 WIB
Pertemanan bukan hanya relasi antarmanusia yang disatukan melalui persamaan, atau bahkan perbedaan, tetapi juga kenangan.
Foto: Purestock/Thinkstock
Jakarta, CNN Indonesia -- Pertemanan bukan hanya relasi antarmanusia yang disatukan melalui persamaan, atau bahkan perbedaan, tetapi juga kenangan. Kebersamaan yang dilalui dalam rentang waktu tertentu pastilah menghasilkan peristiwa yang kelak akan menjadi cerita. Untuk itu, hal yang menyenangkan apabila masih bisa mengingat fragmen-fragmen yang sudah lama tersimpan dalam ingatan.

Berbagai cerita mulai dari kegembiraan, kesedihan, kekonyolan, dan lain-lain, pastilah dimiliki sebuah ikatan pertemanan. Namun, cerita kekonyolan atau mungkin kebodohan yang dilakukan pada masa muda, mungkin adalah sesuatu yang paling bisa mengundang decak tawa. Untuk itu, tidak ada cara lain yang paling baik selain mengekalkannya.

Melalui buku Para Bajingan Yang Menyenangkan, Puthut EA mencoba mengulang kembali kisah masa kuliahnya saat di Yogakarta bersama keempat temannya, dan dengan itu pula, ia mengekalkannya. Sebetulnya Puthut menuturkan dalam buku itu, bahwa ia mengenang salah satu sahabatnya dengan caranya sendiri, yaitu mengekalkannya di buku ini. Namun bisa dikatakan lebih dari itu. Puthut telah mengekalkan semua teman-temannya yang berkaitan dengan kisah yang diceritakan dalam buku.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Sebagai sahabat, saya sangat kehilangan. Tapi, saya ingin mengenangnya dengan cara saya. Bukan dengan kesedihan. Bukan pula dengan kegembiraan. Saya ingin megenangnya dan mengekalkannya dengan cara seperti ini. Di buku ini”. (halaman 51).

Sebenarnya kisah yang dinarasikan Puthut bisa jadi dialami oleh setiap anak muda yang pernah kuliah dan berkawan dengan orang yang boleh dikatakan senasib-sepenanggungan perihal akademik. Bagi saya yang beragama islam, kisah di buku ini pun banyak yang menurut saya jauh dari ajaran, seperti minum alkohol, berjudi, makan daging babi, dan lain-lain. Puthut pun mengatakan bahwa cerita dalam buku ini “mempropagandakan hidup yang tak bermoral dan cenderung tolol”. Akan tetapi justru hal itulah yang menjadi kekuatan dari buku ini yang ditulis dengan jujur dan sederhana, sehingga cerita begitu mengalir bahkan tidak jarang bisa membuat tertawa.

Mereka berlima tidak pernah lepas dari yang namanya judi. Kekalahan dan kemenangan pastinya sudah mereka alami. Bahkan kekalahan yang berujung dijualnya barang-barang berharga bukan lagi dianggap bencana.

Jika mengalami kekalahan, mereka akan cepat bangkit dan kembali bisa tertawa riang. Hal itu karena sehabis kalah, mereka biasanya mendengarkan rekaman audio pelawak, dan tertawa sepuasnya.
Kejenakaan mereka bisa diketahui dari karakter unik masing masing.

Pernah suatu ketika salah satu tokoh dalam cerita, bermasalah dengan polisi perihal ketertiban berkendara, dan ia malah memberikan kartu ujian kepada polisi sebagai jaminan tilang. Tokoh yang satu ini memang akrab dengan urusan tilang-menilang.

Lalu tokoh bernama Bagor yang tidak suka dengan olah raga sepak bola. Ia pernah dengan pede-nya menanyakan kepada penjaga toko kaset perihal album grup musik asal Ingrgris bernama Manchester United. Atau menanyakan bermainnya Zinedine Zidane ketika sedang berlangsungnya pertandingan yang mempertemukan antara dua klub Ibu Kota Italia.

Babe yang membuat kehidupan berjudi mereka menjadi sedikit berbeda, hingga Kunthet yang mencetuskan teori judi yang berkontribusi dalam kekalahan mereka berlima hingga berjuta-juta rupiah. Selain itu, Kunthet pun tidak segan untuk merokok saat bulan puasa di depan pemuka agama yang tak lain adalah ayah temannya sendiri, Bagor.

Setiap karakter memiliki keunikannya masing-masing dalam menyikapi masalah. Namun mereka memiliki kesamaan yang tidak pernah bisa dihilangkan, bermain judi. Kegemaran mereka bermain judi ini pernah membuat kelompok sahabat ini bermimpi untuk menjadi pejudi profesional.

Keinginan mereka ini harus berbenturan dengan kenyataan hidup. Satu persatu dari mereka melanjutkan kehidupan masing-masing.

***

Sebaik-baiknya sesuatu, tentu ada buruknya. Begitu pun buku ini. Setidaknya ada dua hal yang menjadi kekurangan dalam buku ini.

Pertama, banyak kata yang tidak baik. Maksudnya jika kata tersebut digunakan sembarangan, besar kemungkinannya akan mendapat teguran. Kedua, banyak menggunakan kosakata-kosataka bahasa jawa dalam dialognya. Hampir seluruhnya, malah.

Namun bagi pembaca yang tidak mengerti tidak usah khawatir, karena tinggal menutup buku, lalu berhenti membacanya. Tapi sayang, hal itu terlalu buruk untuk dilakukan karena ada glosarium kosakata bahasa jawa yang akan membuat enggan untuk menutup buku. Jadi, intinya adalah jangan coba-coba untuk membaca buku ini jika tidak kuat menahan tawa.

Judul: Para Bajingan Yang Menyenangkan
Penulis: Puthut EA
Jumlah Halaman: 178
Penerbit: Buku Mojok
Terbit: Desember 2016
ISBN: 978-602-1318-44-7 (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER