Jakarta, CNN Indonesia -- Sungguh suatu hal yang di luar logika apabila kita melihat biaya logistik yang terjadi di negeri ini. Betapa tidak, sulit untuk dibayangkan mengapa biaya angkut di negeri ini sangat mahal.
Ironis memang dalam sistem logistik nasional kita. Ini tercermin pada biaya angkut dari luar negeri lebih murah ketimbang antarpulau. Biaya angkut jeruk impor jauh lebih murah ketimbang jeruk Medan atau Pontianak. Begitu juga ongkos angkut ternak asal NTT atau NTB lebih mahal ketimbang biaya impor ternak dari Australia.
Apa faktor yang menyebabkan biaya tinggi ini? Sebuah data statistik yang dirilis dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan biaya logistik di Indonesia termasuk yang tertinggi di ASEAN yakni sebesar 25-30 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sehingga membuat kesenjangan harga yang tidak wajar. Padahal, semestinya dengan kondisi geografis Indonesia, idealnya biaya logistik itu tidak melebihi 15 persen dari biaya produksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, rata-rata biaya logistik nasional mencapai 17 persen dari biaya produksi atau sekitar 27 persen dari PDB. Angka itu tergolong paling boros dibanding biaya logistik di Malaysia yang hanya 8 persen, Singapura (6 persen), dan Filipina (7 persen) dari total biaya produksi.
Sistem logistik yang buruk membuat indeks kinerja logistik (
logistic performance index) Indonesia sekarang berada di peringkat 59 dari 155 negara yang disurvei oleh Bank Dunia. Seiring dengan itu, peringkat daya saing infrastruktur Indonesia tahun 2013 hanya berada di urutan ke 61 dari 144 negara versi World Economic Forum.
Hal ini menjadi sebuah pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi oleh pemerintah, di mana pembenahan infrastruktur harus menjadi hal yang wajib dibenahi dengan mengeluarkan program supercepat (
crash program) untuk segera memperbaiki jalan yang rusak.
Buang “lagu lama” dalam pencairan dana yang biasanya harus menunggu turun dana pada kuartal III dan IV, bisa-bisa jalanan yang rusak akan semakin “bonyok” dan tentunya menjadi faktor hambatan dalam ekspedisi, dan ini akan menimbulkan kerugian.
Berdasarkan data Kadin Indonesia, kerusakan jalur logistik membuat total kerugian yang diderita pengusaha mencapai Rp300 miliar per hari. Bahkan Kadin mensinyalir 40 persen dari jalur logistik nasional telah rusak.
Peristiwa banjir besar berkepanjangan telah merusak jaringan infrastruktur, khususnya jalan, yang menjadi jantung bagi transportasi logistik nasional. Kerusakan parah jalan terjadi di sepanjang Pantai Utara (Pantura) Jawa, pada jalur Cikampek-Semarang serta Semarang-Surabaya. Belum lagi muatan dari truk-truk pengangkut barang yang seringkali dan bukan menjadi rahasia umum selalu melebihi dari kapasitas yang telah ditentukan.
Bagaimana kita menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), di mana liberalisasi jasa logistik ASEAN? Jangan heran jika nanti ada jasa angkutan truk dari Vietnam bisa dengan mudah masuk ke Pagaden atau Jawa Timur.
Untuk menangkal persaingan tersebut, daya saing industri logistik harus dibenahi, khususnya kualitas SDM dan infrastruktur. Bagaimanapun, liberalisasi logistik ini meliputi liberalisasi di bidang kargo, pergudangan, agen transportasi, jasa kurir, dan jasa pengepakan barang. Jadi, Indonesia sekarang adalah pasar empuk bagi industri logistik, karena tipikal negara kepulauan dengan luas daratan memadai membuat kebutuhan logistik sangat tinggi.
Mudah-mudahan saja janji Menko Perekonomian Darmin Nasution yang pernah menegaskan pemerintah akan segera menerapkan agenda sistem logistik nasional, yang menargetkan penurunan logistik hingga 50 persen pada 2016-2017 benar-benar terealisasi. Dengan begitu dapat mengurangi beban biaya produksi di mana untuk saat ini biaya produksi masih berada di angka 14,08 persen. Cukup menjadi penghambat bagi laju pertumbuhan perekonomian.
Selain dari pembenahan ifrastruktur yang harus dipercepat, dibenahi juga pemerintah selayaknya menghilangkan hambatan-hambatan lainnya. Seperti, peraturan daerah, penghapusan tarif-tarif yang tidak diatur, seperti pungli yang kini masih menjadi persoalan utama distribusi barang maupun aktivitas perdagangan.