Kejarlah Jurusan Kuliah Versi Kamu

CNN Indonesia
Jumat, 26 Mei 2017 11:26 WIB
Kebanyakan orangtua hanya bisa mengamati keberhasilan orang lain, membentuk angan-angan sendiri tentang putera-puterinya. Kamu perlu menentukan masa depanmu.
Calon mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Aceh di Banda Aceh sedang mengerjakan soal Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (UMPTKIN). (Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa/Rei/1nz/5)
Surabaya, CNN Indonesia -- Tak semua orangtua tahu keinginan putra-putrinya, khususnya mengenai jurusan kuliah. Kebanyakan orangtua hanya bisa mengamati keberhasilan orang lain, membentuk angan-angan sendiri tentang putera-puterinya. Bahkan ada yang jadi diktator, memaksakan angan-angannya pada anak-anaknya.

Sungguh miris, ketika seorang anak terpaksa harus mengikuti jalan yang dipahat oleh kedua orangtuanya, bukan justru mengikuti kemana sebenarnya perasaan dan pikiran ingin pergi.

“Bapak, Ibu, mau kamu kuliah jurusan ini” atau “Mau jadi apa kamu?” Dua kalimat tersebut tidak hanya menenggelamkan angan-angan si pemilik hidup, tetapi juga mematikan semangat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri pun sudah dimulai, dan saat ini waktunya para siswa SMA berperang melawan keinginan orangtua dalam memilih jurusan yang dikehendaki.

Meskipun pada dasarnya seleksi ke Perguruan Tinggi memberlakukan sistem prioritas, kejujuran dalam memilih jurusan kuliah tampaknya masih berkedok karena takut tidak lulus dan paksaan orangtua. Sehingga, para siswa SMA yang hanya mengandalkan kedok tersebut semata-mata menjadikan urusan kuliah seperti 'berjudi'.

Ketika besar harapan ingin berkuliah sesuai dengan pahatan di dalam pikiran sang pemimpi, desakan orangtua membuat pahatan itu perlahan-lahan mulai runtuh. Hampir semua orangtua di desa mengharapkan putera-puterinya menjadi seorang dokter atau setidaknya guru.

Para orangtua di desa masih terkungkung dengan pesona mindset “karier yang visibel”. Mereka masih ragu untuk melihat ke cangkupan karier yang lebih luas. Dampaknya, para siswa SMA malah caruk-marut karena ada keraguan atau ingkar janji antara keinginannya dan kepatuhan terhadap titah orangtua.

Crish Foley dalam artikelnya Family Involvement Can Help with Student’s College Success mengatakan bahwa orangtua dapat berperan dalam tiga hal: moral, finansial, dan perencanaan karier. Menurut Foley, orangtua menjadi begitu penting bagi kesuksesan kehidupan kuliah anak jika mereka mampu untuk mengarahkan tanpa menekan keputusan anak, mendukung, menghibur saat anak mulai penat, dan mengayomi.

Dukungan dalam bentuk moral dapat dilakukan dengan cara memberikan ucapan penyemangat misalnya “Kalau berusaha, pasti bisa!”. Secara finansial, orangtua dapat menasehati pola hidup atau pengeluaran saat kuliah nanti sehingga anak dapat lebih mengontrol pengeluaran saat kuliah.

Sedangkan untuk perencanaan karier, orangtua sebisa mungkin menjauhkan pertanyaan “Setelah kuliah mau ngapain?” Hal ini juga berlaku ketika anak sedang berada dalam proses pemilihan jurusan.

Para orangtua diharapkan dapat mengarahkan anak kepada hal-hal yang mereka sukai dan mencari titik temu antara apa yang mereka sukai dengan pilihan jurusan kuliah. Dalam hal ini, orangtua dituntut untuk tidak menghakimi pilihan anak, tapi lebih mengajak anak untuk mempelajari langkah apa yang tidak atau boleh diambil dari pengalaman orangtua mereka.

Ada seorang anak berusia 13 tahun bernama Logan LaPlante. Logan adalah salah satu dari segelintir siswa yang memilih untuk menjalani pendidikan versi dirinya, misalnya belajar sejarah lewat drama. Ia memilih untuk belajar sesuai minat dan bakatnya, dan ia tidak mengikuti sistem pendidikan yang orang lain terapkan.

Dalam perjalanan pendidikannya, Logan telah mengarungi model pendidikannya sendiri atau ia menyebutnya sebagai “Hackschooling”. Logan mengakui bahwa dukungan orangtuanya pada apa yang ia yakini menjadi faktor yang menentukan keberhasilannya.

Pada sesi TEDx, Logan mengatakan, “I didn’t used to write because my teacher wanted me to write about butterfly and rainbow, but I wanted to write about skiing.” Dengan kata lain, ia ingin menyampaikan bahwa jika seseorang memiliki motivasi untuk menjalankan apa yang dia suka, maka ia bisa mencapai kesuksesan tanpa harus didikte orang lain.

Dari cerita Logan di atas, tentu itu bisa mencerminkan kondisi yang berlawanan antara kondisi para siswa SMA di Indonesia. Para siswa sejatinya memiliki fitrah mereka sendiri dalam menjalani pendidikannya. Meskipun kontribusi orangtua sebagai pemberi dukungan memegang peranan penting.

Dari ulasan yang dipaparkan di atas, perlu diketahui oleh para siswa SMA yang saat ini sedang menuju masa gamang bahwa pilihan jurusan kuliah tetap berada di tangan kalian. Jujurlah pada diri kalian sehingga kalian tidak akan menyesal ketika sudah masuk ke bangku perkuliahan dengan label jurusan yang entah itu “dipilih” atau “dipilihkan”.

Imamatul Khair
Mahasiswa Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER