Bandung, CNN Indonesia -- “Jangan ganggu banci aha jangan ganggu banci aha, jangan ganggu ganggu banci!” begitulah petikan salah satu lagu Project Pop yang sempat melejit di tahun 2007. Masih ingatkah kamu dengan kasus lesbian, gay, biseksual dan transgender/transeksual (LGBT) yang pada tahun 2016 begitu marak diperbincangkan oleh khalayak?
Nah, terkait dengan topik LGBT itu, pada 22 Juni tahun lalu, telah berdiri organisasi yang bergerak pada bidang kajian dan teori-teori kritis. Organisasi ini berdiri untuk memberikan pemahaman akan studi gender dan hak asasi manusia melalui berbagai platform seperti diskusi dan pemutaran film. Padjadjaran Resource Center on Gender & Human Rights Studies (PadGHRS) membuka mata dan nurani akan adanya realita sosial semacam itu.
Penti Aprianti selaku pendiri dari PadGHRS bercerita mengenai sulitnya berdiri pada awal pendeklarasiannya. Sempat disangka sebagai suaka LGBT bahkan hingga antiislam dan keagamaan. Tapi itu semua tidak melunturkan niatnya untuk memfasilitasi mahasiswa dan umum untuk belajar gender dan HAM bersama. Menjadi wadah yang aman dan nyaman bagi lapisan individu atau kelompok untuk saling bertukar informasi terkait isu gender dan HAM maupun yang sifatnya interseksional.
“Kita belajar hanya untuk mengetahui bukan untuk menjadi,” ujar wanita berkacamata yang sedang menimba ilmu di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Padjadjaran ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan bahwa terbentuknya PadGHRS dilandasi karena urgensi yang meluap. Diawali dengan pembuatan pohon masalah yang berisikan isu lokal dan global seperti
misogini (kebencian atau tidak suka terhadap wanita atau anak perempuan),
patriarchal culture,
sexist, pendidikan seks yang masih tabu, dan kasus keagamaan yang akar masalahnya bisa membuat masalah utama muncul seperti
labelling,
streotipe, dan diskriminasi.
Kegelisahannya yang muncul karena sering menyaksikan sendiri bagaimana fenomena seperti ketimpangan kuasa dalam pacaran, belum banyaknya yang paham mengenai orientasi seksual,
cat calling yang ia temukan dalam kehidupan sosialnya. Tentunya hal ini harus diminimalisir bahkan dimusnahkan karena berimbas pada terkorbankannya feminimitas/maskulinitas seseorang.
“Misalnya saat lelaki disuruh mengangkat meja atau galon, dan wanita tidak bisa menjadi ketua organisasi selama masih ada laki-laki. Ya selagi berkualiatas mengapa tidak?” tuturnya kembali.
Menurutnya, media yang berkembang saat ini merupakan media propaganda. Indonesia terbilang tabu dengan hal seperti ini, orang-orang berspekulasi tidak ingin berkiblat pada dunia barat. Perdagangan tidak akan pernah bisa menjual produknya tanpa pemasaran yang baik.
Dengan iklan, masyarakat bisa melihatnya kapan saja di mana saja dan apapun medianya. Jika diamati secara mendalam, sebagai alat dagang, iklan seringkali memanfaatkan perempuan sebagai titik penarik perhatian dari berbagai macam produk di mana perempuan hanya sebagai hiasan dan cenderung menetapkannya dalam situasi yang tidak pernah berubah serta menempatkannya sebagai objek sekaligus target iklan dan berada di bawah bayang-bayang dominasi laki-laki.
“Banyak iklan yang memposisikan wanita dengan adegan cuci piring, mengepel lantai. Sedangkan laki-laki diperkokoh dengan gayanya yang maskulin. Atau juga pada iklan pemutih wajah, yang dihadirkan wanita berbadan tinggi dan berambut panjang. Ini mengakibatkan orang-orang berpendapat bahwa cantik itu yang seperti di televisi.”
Rizqia, anggota PadGHRS, beranggapan bahwa feminisme adalah memberikan semua orang pilihan, secara tanggung jawab dan tahu konsekuensinya. Dia menceritakan pencapaian yang telah dirasakan setelah menjadi anggota PadGHRS. Selain menjadi anggota organisasi, ini juga menambah pengalaman kelak untuk di dunia kerja.
“Nambah ilmu jelas, nambah temen dan nambah channel juga. Paling penting sih ilmu dan pengalamannya, seneng aja bisa bertukar pikiran sama orang-orang yang sepaham, dan kalau aku sekiranya miskonsepsi atau banyak yang belum tahu juga mereka nggak sungkan mengkoreksi ataupun menambahkan ilmu. Begitu,” katanya sambil tersenyum.