Destinasi Liburanmu: Museum KAA di Bandung

CNN Indonesia
Rabu, 28 Jun 2017 10:33 WIB
Bagaimana kalau kamu mengisi liburanmu dengan belajar sejarah macam Konferensi Asia Afrika di Bandung. Nah, museum inilah tempatnya.
Museum Konferensi Asia Afrika (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/nz/15)
Bandung, CNN Indonesia -- Suatu siang, April lalu, saya dan seorang kawan tiba di kawasan Jalan Asia Afrika setelah lebih dari sejam berkendara dengan sepeda motor di tengah guyuran hujan. Kami menyeberang jalan dan masuk ke dalam sebuah bangunan bergaya art deco. Sebuah bangunan bersejarah, Gedung Merdeka yang kini dikenal sebagai Museum Konperensi Asia Afrika (KAA).

Suasana remang menyelimuti saat memasuki museum. Di dekat resepsionis terdapat sebuah diorama atau patung lilin Presiden Soekarno yang berpidato saat berlangsungnya KAA. Poster-poster yang memuat foto hitam putih seputar KAA berikut penjelasannya berjejer di sepanjang lorong. Di ruangan lain terdapat pula peralatan bersejarah yang digunakan pada saat berlangsungnya konferensi, seperti kamera dan mesin tik. Terdapat pula ruangan audiovisual dan perpustakaan museum, namun tidak kami sambangi karena hampir 30 menit lagi museum ini tutup.

Tibalah kami di ruangan terakhir yang merupakan ruangan utama dari Gedung Merdeka. Ruangan itu sangat luas. Kursi-kursi berwarna merah berderet rapi di tengah-tengah ruangan, menghadap podium yang berlapis karpet merah marun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di podium terdapat enam meja kayu berukir yang disusun berbentuk setengah lingkaran dengan lima buah kursi berwarna merah. Di ujung kiri terdapat sebuah mimbar dengan logo peringatan 60 tahun KAA, sedangkan di ujung kanan terdapat sebuah gong peringatan 50 tahun KAA. Di belakang podium bejejer bendera-bendera negara peserta KAA dengan latar belakang tirai berwarna merah marun.

Saat itu sedang berlangsung tur museum yang dipimpin oleh seorang pemandu. “Museum Konperensi Asia Afrika didirikan pada tanggal 24 April tahun 1980, diresmikan oleh Presiden Soeharto. Museum Asia Afrika ini didirikan atas gagasan serta prakarsa Menteri Luar Negeri RI Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja,” ujar Kudrat (58), pemandu Museum Konperensi Asia Afrika, itu.

Museum ini didirikan untuk dua tujuan, yakni mengabadikan dan melestarikan nilai-nilai luhur KAA, dan pusat studi atau penelitian yang didukung dengan adanya perpustakaan museum yang menyimpan dokumen-dokumen konferensi.

Lebih lanjut lagi Kudrat menjelaskan, gedung ini awalnya merupakan bangunan sempit berupa toko kelontong yang dimiliki orang Tionghoa dan kemudian dibeli oleh sebuah perkumpulan orang Belanda yang menetap di Bandung bernama Societeit Concordia. Kemudian gedung ini diduduki Jepang pada 1942 hingga kemerdekaan, lalu diambil alih Sekutu dan direbut kembali oleh Indonesia lewat peristiwa Bandung Lautan Api.

Kemudian pada tahun 1955 Presiden Soekarno mengubah nama gedung ini dari Societeit Concordia menjadi Gedung Merdeka. “Kelak negara-negara yang hadir di sini (KAA 1955, red) adalah negara-negara yang sudah merdeka,” ujar pria berkacamata itu.

Ditanya soal keotentikan koleksi museum, Kudrat menyatakan koleksi-koleksi di museum ini adalah asli. “Kecuali podium yang ada patungnya, itu bukan yang asli. Itu duplikat karena saat pengumpulan untuk dipajang di museum, yang aslinya tidak ada. Untung ada fotonya, jadi kita buat seperti pada foto. Sumber-sumber barangnya dari para tokoh, massmedia, dan masyarakat yang pernah mengikuti Konperensi Asia Afrika,” ujarnya.

Kudrat juga mengatakan bahwa semua koleksi di museum ini istimewa, terutama prasasti Dasasila Bandung yang merupakan keluaran dari KAA yang menjadi pendorong negara-negara tertindas untuk meraih kemerdekaan. “Dasasila Bandung sampai saat ini belum mati. Tidak mati, malah,” ujarnya.

Pemandu yang mengenakan kemeja putih bergaris-garis itu mengatakan, museum ini telah membuat banyak inovasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan mutu museum, salah satunya dengan pengadaan tiga buah TV plasma yang menyuguhkan informasi seputar KAA 1955, 2005, dan 2015. Hal ini bertujuan untuk memenuhi informasi yang diperlukan pengunjung.

Dengan demikian, kata Kudrat, sejarah bisa dilihat langsung. “Sebenarnya kalau mau membaca (mengetahui) betul-betul, berkunjung ke museum tidak cukup 1-2 jam. Perlu seharian, bahkan (itu) nggak cukup,” ujarnya.

Berbicara mengenai jumlah pengunjung, Kudrat mengatakan rata-rata jumlah pengunjung museum mencapai 600-700 orang per hari. “Bahkan semakin tahun semakin naik. Bertambah terus,” ujarnya. “Biasanya ada bulan-bulan sepi, ternyata pengunjung tetap ada terus. Animo masyarakat untuk mengetahui sejarah KAA terus bertambah,” ujarnya.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER