Jayapura, CNN Indonesia -- Suku Lani yang tinggal di Lembah Baliem bagian barat mengenal sistem penguburan tradisional yaitu dengan cara dibakar (kremasi). Penanganan mayat dengan cara dikremasi umumnya dilakukan untuk seluruh masyarakat di Lembah Baliem. Ini berlaku untuk orang-orang yang meninggal baik karena tua, sakit maupun mati dibunuh.
Dalam pelaksanaan upacara kematian Suku Lani, kepercayaan prasejarah masih kuat, hal ini tercermin dalam kepercayaan terhadap roh leluhur. Makna religius dari upacara kematian adalah membantu roh orang yang meninggal agar ia dapat pergi ke dunia roh dengan baik.
Upacara kematian ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan kosmos yang diharapkan dapat memberikan keselamatan baik kepada roh si mati maupun terhadap manusia yang ditinggalkan. Tradisi kematian suku Lani yaitu proses dan tahapan pembakaran mayat. Sebelum pembakaran mayat, terlebih dahulu dilakukan pesta bakar batu. Jumlah babi yang dibunuh secara langsung menjadi tolok ukur tentang seberapa penting orang yang meninggal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prosesi pembakaran jenazah yaitu penyiapan kayu bakar dari jenis pohon kasuari (
casuarina). Penyiapan sebuah lubang dengan kedalaman sekitar satu meter, lubang ini digunakan untuk menguburkan abu mayat. Kayu bakar disusun membentuk segi empat, berdekatan dengan lubang yang digali. Mayat diletakkan di dalam posisi duduk di atas tumpukan kayu. Kemudian potongan-potongan kayu disusun di atas mayat, sehingga mayat tidak kelihatan lagi. Selanjutnya pembakaran mayat dilakukan. Api pembakaran mayat disulut dari bagian atas susunan kayu bakar.
Selesai pembakaran mayat, maka tulang-tulang sisa pembakaran dikumpulkan. Abu dan tulang dimasukkan ke dalam lubang yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Untuk wilayah Distrik Kelila, sebagai penanda diletakkan batu di atas kuburan. Sedangkan di wilayah Distrik Ilugwa, di sekeliling kuburan dibuat pagar. Jika kuburan terletak di dekat honai, maka selalu dibersihkan dan apabila pagar rusak selalu diperbaiki, tetapi apabila kuburan terletak jauh dari honai misalnya di kampung lama atau bekas kebun, biasanya dibiarkan saja.
Ungkapan rasa duka atas kematian seorang kerabat yaitu dengan memotong salah satu dari sambungan ruas jari tangan perempuan dengan menggunakan kapak. Pemotongan jari tangan sebagai penanda kematian dan penghormatan kepada kerabat yang meninggal. Mereka percaya arwah dari yang meninggal akan menghargai rasa sakit yang diderita atau duka cita mereka.
Upacara yang menuntut korban menurut Turner dalam buku
Ritual Process: Structure and Anti Structure (1974) merupakan upacara sentral dalam religi masyarakat yang sederhana.
Pada prinsipnya semua religi di dunia ini, memiliki simbol sendiri-sendiri. Suatu simbol tidaklah memiliki nilai dan kedudukan yang universal, tetapi berlaku terbatas dalam sistem religi itu sendiri dan komunitasnya.