Perjuangan RA Kartini untuk Kaum Perempuan Indonesia

CNN Indonesia
Jumat, 21 Apr 2023 07:35 WIB
Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini dikenal sebagai tokoh emansipasi wanita di Indonesia. Berikut perjuangan RA Kartini!
Ilustrasi. Sejarah perjuangan RA Kartini. (Wikimedia/CC BY-SA 3.0)
Jakarta, CNN Indonesia --

Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini dikenal sebagai tokoh emansipasi wanita di Indonesia. Perjuangan RA Kartini pun diperingati setiap tanggal 21 April.

Perjalanan Kartini dalam memperjuangkan hak perempuan pun berat dan berliku. Masa itu, perempuan dianggap tidak layak untuk mengenyam pendidikan.

Dikutip dari buku Sisi Lain Kartini karya Djoko Marihandono-Yudha Tangkilisan dan Dri Arbaningsihn-Nur Khozin, berikut sejarah tentang RA Kartini mulai dari masa perjuangan hingga akhir hayatnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masa Perjuangan RA Kartini

R.A KartiniIlustrasi. Perjuangan RA Kartini untuk kesetaraan perempuan (Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen via Wikimedia Commons)

Kartini lahir di Mayong, Jepara pada 21 April 1879 dari pasangan Raden Mas Sosroningrat dan Mas Ajeng Ngasirah. Lahir dari keluarga priyayi, bagian depan nama Kartini pun ditambahkan Raden Ajeng (R.A).

Sosroningrat merupakan Pangeran Ario (P.A) Tjondronegoro IV yang merupakan Bupati Kudus. Sosroningrat memiliki delapan anak dari pernikahannya dengan Ngasirah di antaranya, Kartini dan adiknya, Raden Ajeng Kardinah yang begitu dekat dengannya.

Namun, Sosroningrat kembali menikah tahun 1875 dengan Raden Ajeng Woerjan atau Moerjam, putri Bupati Jepara kala itu. Karena anggota keluarga bangsawan, status Moerjam adalah istri utama atau garwa padmi.

Pernikahannya dengan Moerjam dikaruniai tiga anak perempuan, salah satunya Raden Ajeng Roekmini yang memiliki kedekatan dengan Kartini.

Sejak kecil, Kartini dikenal sebagai anak yang lincah dan aktif bergerak. Hal itu juga ia utarakan dalam suratnya kepada Estelle Zee-handelaar tanggal 18 Agustus 1899:

"Saya disebut kuda kore atau kuda liar. Karena saya jarang berjalan, tetapi selalu melompat atau melonjak-lonjak. Dan karena sesuatu dan lain hal lagi saya dimaki-maki juga sebab saya sering sekali tertawa terbahak-bahak dan memperlihatkan banyak gigi yang dinilai perbuatan tidak sopan" (Sutrisno, 2014:15).

Bahkan, ayah dan kakaknya pun memberikan gelar Trinil yang sering disebut "Nil". Trinil merupakan nama burung kicau yang kecil dan lincah.

Pada 1885 Kartini dimasukkan ke Sekolah Dasar Eropa atau Europesche Lagere School (ELS). Hal itu cukup bertentangan dengan tradisi kaum bangsawan yang melarang putrinya ke luar rumah.

Di ELS, Kartini menarik perhatian orang Eropa dengan kemampuan berbahasa Belandanya. Pengetahuan Kartini semakin bertambah.

Di usianya yang masih belia, dia sudah memahami pemikiran dan perjuangan pejuang wanita dari India, Pundita Rumambai. Hal itu diceritakannya kepada Nyonya Van Kol.

Kecakapan Kartini membuatnya bisa bergaul dengan pribumi dan orang dewasa dari Belanda. Kartini memiliki sahabat bernama Letsy Detmar, anak kepala sekolah.

Dia juga menjalin hubungan baik dengan istri asisten residen Jepara Nyonya Marie Ovink-Soer di lingkungan rumahnya.

Kartini selalu bersama Roekmini dan Kardinah sehingga disebut "Het Klaverblad" atau daun semanggi dan "Tiga Saudara" oleh Marie Ovink-Soer.

Awal 1892, Kartini yang belum genap 13 tahun lulus dari ELS dan harus menjalani pingitan yang sesuai dengan tradisi bangsawan. Padahal, dia ingin meneruskan pendidikannya ke HBS Semarang tetapi ditolak oleh ayahnya.

Masa pingitan selama empat tahun yang menyedihkan itu dijalaninya dengan membaca buku.

Bacaan yang disukainya adalah buku pengetahuan karena membuatnya lupa akan kesedihan hidup yang harus dijalani. Buku-buku tersebut akan terus dibaca dan dibuatkan catatan kecil yang berisi tema-tema bernilai penting.

Ayahnya dan kakaknya, R.M. Sosrokartono, menjadi orang yang bersedia memenuhi kebutuhan Kartini akan bahan bacaan.

R.A Soelastri, kakak perempuan tertua, akhirnya menikah dan membuat Kartini menempati posisinya di rumah tersebut. Roekmini dan Kardinah pun memasuki masa pingitan.

Kartini kembali merajut kebersamaan dengan Roekmini dan Kardinah selama masa pingitan. Hak Kartini untuk mengatur adik-adiknya dimanfaatkannya mengubah beberapa tradisi feodal.

Baca juga kisah tentang pahlawan lainnya:

Adik-adik Kartini tidak lagi harus menyembah dirinya dan tidak wajib berbicara dengan bahasa Jawa krama inggil. Perubahan yang dilakukan oleh Kartini merupakan bentuk perombakan terhadap tradisi yang sudah mengakar kuat dalam kalangan bangsawan.

Meski demikian, Kartini tetap memberikan hormat kepada orang yang lebih tua sebagaimana lazimnya adat dalam kalangan bangsawan.

Pengaruh Kartini tertanam kuat pada Roekmini dan Kardinah. Mereka bertekad untuk mendukung gagasan kakaknya. Tiga saudara sepakat bahwa kemajuan suatu masyarakat tidak akan tercapai tanpa memajukan terlebih dahulu kaum perempuan. 

Kartini, Roekmini dan Kardinah memanfaatkan kelonggaran yang diberikan untuk mengembangkan potensi diri.

Kondisi tersebut dicermati dengan baik oleh Sosroningrat sehingga memutuskan membebaskan anak-anak perempuannya dari tradisi pingitan. Pada 2 Mei 1898 kurungan tiga saudara dibuka.

Mereka pun mulai turun ke desa-desa melakukan dialog dengan masyarakat tentang masalah yang dihadapi. Salah satunya adalah masalah para pengrajin ukir di Kampung Belakanggunung yang dihargai tidak setimpal dengan jerih payah mereka.

Kartini yang gemar membaca buku juga berbakat dalam menulis. Bahkan, cita-citanya adalah menjadi guru. Meski begitu, Kartini merasa sulit melanjutkan pendidikan ke Belanda karena membutuhkan biaya yang besar, sedangkan gaji ayahnya tidak cukup.

Berbagai upaya pernah dilakukan Kartini seperti mencari beasiswa ke Belanda. Namun hal itu kandas karena tidak diizinkan oleh orang tuanya.

September 1901, pemerintah Belanda mengumumkan politik kolonial baru. Ratu Wilhelmina memproklamasikan berlakunya politik etis yang mengharuskan pemerintah menyejahterakan masyarakat jajahan di Hindia Belanda.

Gagasan dan cita-cita Kartini mulai menjadi perhatian pemerintah Hindia Belanda. Pendapat Kartini menjadi rujukan kebijakan pemerintah yang terkait dengan pendidikan dan perempuan.

Pada 8 Agustus 1900 Kabupaten Jepara dikunjungi tamu istimewa J.H. Abendanon yang menjabat sebagai Direktur Departemen Pendidikan, Kerajinan, dan Agama. Tujuan kedatangannya adalah untuk menjelaskan rencana pendirian kostschool untuk gadis-gadis bangsawan.

Kartini mendukung rencana tersebut karena akan menambah pengetahuan kaum perempuan, sehingga mereka akan menyadari hak-haknya yang selama ini terampas.

Kartini memberi masukan kepada J.H. Abendanon agar pemerintah juga membuka pendidikan kejuruan, sehingga perempuan memiliki keterampilan yang menjadikannya lebih mandiri. Sebab selama ini kedudukan perempuan sangat lemah dan bergantung pada laki-laki.

Penjelasan Kartini membuat J.H.Abendanon terkesan. Dia pun menyampaikan ingin memberikan Kartini kesempatan sekolah dokter. Namun sayang, lagi-lagi keinginan Kartini bersekolah kandas. Ayahnya menolak masuk sekolah dokter karena dominan murid laki-laki.

Meski begitu, Sosroningrat mengizinkan Kartini untuk mengikuti pendidikan guru sesuai cita-citanya sejak kecil. Pertimbangannya karena Kartini dicalonkan menjadi direktris kostschool yang akan didirikan pemerintah.

Abendanon dan Sosroningrat pernah berdiskusi di Jepada dan Batavia yang menghasilkan kesimpulan perlunya didirikan sekolah untuk perempuan di Jawa. Melalui surat edaran pada 20 November 1900 No 15336, Abendanon meminta para bupati memberikan pendapat tentang rencana tersebut.

Namun sebagian besar bupati menolak karena aturan adat bangsawan tidak mengizinkan anak perempuan dididik di luar. Harapan Kartini untuk ikut pendidikan guru pun sirna. Berbagai rintangan datang bertubi-tubi. Sempat putus asa tetapi akhirnya Kartini bangkit kembali.

Berbagai kesempatan dicobanya untuk meraih pendidikan. Salah satunya dia menemui Van Kol dan menguraikan pemikirannya tentang persamaan derajat laki-laki dan perempuan.

Kemampuan Kartini yang dianggap luar biasa mendorong Van Kol untuk membantunya mendapatkan pendidikan ke Belanda dengan biaya dari pemerintah. Dia berjanji akan memperjuangkan keinginan Kartini dan Roekmini belajar ke Belanda.

Salah satu syarat permohonan beasiswa ke pemerintah adalah izin orang tua. Tanpa disangka, orang tua Kartini memberikan izin untuk keinginannya tersebut.

Meski begitu banyak pihak yang berusaha menggagalkan keinginan Kartini. Salah satunya dilakukan oleh Abendanon dan istri yang mempengaruhi Kartini untuk belajar di Batavia daripada Belanda.

Suatu ketika, Abendanon menemui Kartini di Jepara untuk mempengaruhinya agar membatalkan keinginannya belajar di Belanda tetapi Batavia. Tanpa diduga, Kartini menyetujuinya.

Keputusan tersebut membuat teman-temannya di Belanda kecewa. Mereka merasa dikhianati setelah memperjuangkan dukungan Kartini sekolah di Belanda.

Meski demikian, surat permohonan Kartini dan Roekmini untuk belajar di Batavia tidak segera dijawab oleh pemerintah. Mereka memutuskan untuk membuka sekolah bagi anak-anak perempuan di pendopo kabupaten pada Juni 1903.

Sekolah itu menekankan pada pembinaan budi pekerti dan karakter anak. Semua aktivitas di sekolah didasari perasaan saling menyayangi dan mencintai.

Sekolah tersebut juga lepas dari pengaruh pemerintah. Kartini mengatur sekolah sesuai dengan gagasan yang ada dalam dirinya. Kebanyakan muridnya adalah anak priyayi di Jepara.

Kartini banyak menghabiskan waktu memikirkan pengelolaan sekolah yang baru didirikannya karena minat masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya terus bertambah.

Hingga akhirnya konsentrasi Kartini terpecah setelah datang utusan dari Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat yang membawa surat lamaran. Hal itu disambut bahagia oleh Sosroningrat.

Meski demikian, Sosroningrat menyerahkan keputusan pada Kartini. Tentu saja kebimbangan Kartini muncul dalam mengambil keputusan.

Kartini mulai berpikir menghitung keuntungan dan kerugian jika menerima atau menolak lamaran tersebut. Keinginan untuk membahagiakan orang tua dan membahagiakan dirinya menjadi alat untuk menimbang keputusan yang akan diambilnya.

Dengan berat hati, Kartini memutuskan menerima lamaran tersebut. Namun ada syarat yang harus dipenuhi oleh Raden Adipati Djojo Adiningrat yaitu:

  1. Bupati Rembang menyetujui dan mendukung gagasan-gagasan dan cita-cita Kartini.
  2. Kartini diizinkan membuka sekolah dan mengajar putri-putri bangsawan di Rembang.

Setelah Kartini menerima surat lamaran, dia menerima Surat Keputusan Gubernur Jenderal tentang pendidikannya ke Batavia. Namun surat itu sudah tidak berarti karena Kartini akan menikah dan Roekmini tidak mungkin pergi sendiri.

Kartini menuliskan surat kepada istri Abendanon untuk memberikan beasiswa tersebut pada seorang anak bernama Salim dari Riau yang ingin bersekolah di HBS Batavia.

Wafatnya RA Kartini

Kartini menikah pada 8 November 1903. Setelah pesta pernikahannya, Kartini mencurahkan perhatiannya dalam pendirian organisasi para bangsawan bumiputera di Jawa dan Madura.

Pada 13 September 1904, Kartini melahirkan seorang anak laki-laki bernama Soesalit Djojoadiningrat. Empat hari setelah melahirkan, Kartini wafat.

Kepergian Kartini mengejutkan banyak pihak seperti suami, ayah, kakak, dan adiknya, serta rekan-rekan Kartini yang selalu mendukung prosesnya mengenyam pendidikan.

Kartini disemayamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang. Penghormatan banyak disampaikan kepadanya. Pemikirannya juga diingat oleh penduduk di Rembang dan Jawa.

Demikian perjuangan RA Kartini untuk membuat perempuan setara dan mendapatkan haknya. Selamat Hari Kartini!

(glo/juh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER