Pahlawan Revolusi merupakan bentuk gelar kehormatan yang diberikan pemerintah kepada tokoh yang berjasa bagi Indonesia.
Lantas, siapa saja tokoh Pahlawan Revolusi tersebut dan seperti apa perjuangan yang telah mereka lakukan?
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, simak terlebih dahulu penjelasan mengenai apa itu Pahlawan Revolusi di bawah ini.
30 September 1965 merupakan pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia atau PKI, yang kemudian dikenal dengan Gerakan 30 September PKI atau G30S PKI.
Dikutip dari laman resmi Direktorat Sekolah Menengah Pertama, tujuan dari G30S PKI adalah untuk mengubah ideologi bangsa Indonesia.
Peristiwa tersebut memakan sejumlah korban dari para petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat AD dan beberapa korban lainnya.
Sejumlah tokoh yang menjadi korban kemudian ditetapkan sebagai pahlawan revolusi melalui beberapa keputusan presiden tahun 1965.
Dihimpun dari Ensiklopedi Pahlawan Nasional Subdirektorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan (1995), berikut tokoh Pahlawan Revolusi.
Ahmad Yani adalah seorang petinggi TNI AD di masa Orde Lama yang lahir pada 19 Juni 1922. Ahmad Yani mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.
Kemudian Ahmad Yani melanjutkan kariernya di militer. Ia turut dalam pemberantasan PKI Madiun 1948, Agresi Militer Belanda II, dan penumpasan DI/TII di Jawa Tengah.
Pada 1958, Ahmad Yani diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang Sumatra Barat untuk menumpas pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) 1962.
Pada 1 Oktober 1965, Ahmad Yani tewas saat pemberontakan G30S.
Suprapto lahir di Purwokerto pada 20 Juni 1920. Ia sempat mengikuti pendidikan di Akademi Militer Kerajaan Bandung, tetapi terhenti karena pendaratan Jepang di Indonesia.
Di awal kemerdekaan Indonesia, Suprapto aktif dalam usaha merebut senjata pasukan Jepanng di Cilacap. Kemudian ia masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto dan ikut dalam pertempuran di Ambarawa sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman.
Kariernya terus melejit di militer, tapi saat PKI mengajukan pembentukan angkatan perang kelima, Suprapto menolaknya.
Suprapto menjadi korban pemberontakan G30S bersama para petinggi TNI AD lainnya. Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya, kemudian ia dimakamkan di Tamam Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Siswondo Parman atau S. Parman adalah salah satu petinggi TNI AD di masa Orde Lama. Ia dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agusus 1918.
Pendidikan yang ditempuh Letjen S. Parman di bidang intelijen. Ia pernah dikirim ke Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen pada Kenpei Kasya Butai.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia mengabdi kepada Indonesia untuk memperkuat militer Tanah Air. Pada 1 Oktober 1965, ia diculik dan dibunuh bersama para jenderal lainnya dan gugur.
Mas Tirtodarmo Haryono atau M. T. Haryono lahir pada 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur.
Sebelum terjun ke dunia militer, M. T. Haryono pernah mengikuti Ika Dai Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta pada masa pendudukan Jepang. Setelah kemerdekaan Indonesia M. T. Haryono bergabung bersama TKR dengan pangkat mayor.
Ia kemudian menjadi Atase Militer RI untuk Negeri Belanda (1950) dan sebagai Direktur Intendans dan Deputy Ill Menteri/Panglima Angkatan Darat (1964).
Pada 1965 M. T. Haryono gugur bersamaan dengan para petinggi TNI AD lain akibat pemberontakan G30S.
Donald Ignatius Panjaitan atau D. I. Panjaitan lahir pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli. Pada masa pendudukan Jepang ia mengikuti pendidikan militer Gyugun.
Kemudian ia ditempatkan di Pekanbaru, Riau sampai saat proklamasi kemerdekaan. Setelah Indonesia merdeka, D. I. Panjaitan ikut membentuk TKR. Ia pun memiliki karier yang cemerlang di bidang militer.
Ia diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat dan mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat.
Mayjen D.I. Panjaitan tewas ketika terjadi pemberontakan PKI 1965 bersama dengan para jenderal lainnya.
Sutoyo Siswomiharjo lahir 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang ia mendapat pendidikan pada Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta, dan kemudian menjadi pegawai negeri pada Kantor Kabupaten di Purworejo.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia memasuki TKR bagian Kepolisian, lalu menjadi anggota Korps Polisi Militer. Ia diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto dan kemudian menjadi Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.
Pada 1961 ia diserahi tugas sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat. Akan tetapi, Sutoyo yang menentang pembentukan angkatan kelima dan ikut gugur dalam peristiwa G30S.
Katamso lahir 5 Februari 1923 di Sragen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang ia mengikuti pendidikan militer pada PETA di Bogor. Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia masuk TKR yang kemudian menjadi TNI.
Pada 1958, Katamso dikirim ke Sumatra Barat untuk menumpas pemberontakan PRRl sebagai Komandan Batalion A Komando Operasi 17 Agustus. Setelah itu menjadi Kepala Staf Resimen Team Pertempuran (RIP) II Diponegoro di Bukittinggi.
Katamso gugur karena diculik dan dibunuh dalam peristiwa G30S PKI. Mayatnya ditemukan 22 Oktober 1965. Katamso dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Piere Tendean lahir 21 Februari 1939 di Jakarta. Selesai mengikuti pendidikan di Akademi Militer Jurusan Teknik tahun 1962 ia menjabat Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan.
Pada April 1965, ia diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution.
Ketika bertugas, Pierre Tendean tertangkap oleh kelompok G30S. Ia pun mengaku sebagai A. H. Nasution di mana sang jenderal berhasil melarikan diri. Namun, dirinya harus mengorbankan nyawa untuk melindungi Jenderal Nasution.
Karel Satsuit Tubun dilahirkan di Tual, Maluku Tenggara pada 14 Oktober 1928. Tamat dari Sekolah Polisi Negara di Ambon ia diangkat sebagai Agen Polisi Tingkat II dan mendapat tugas dalam kesatuan Brigade Mobil (Brimob) di Ambon.
Kemudian ia ditempatkan pada kesatuan Brimob Dinas Kepolisian Negara di Jakarta. Tahun 1955 dipindahkan ke Medan Sumatra Utara dan tahun 1958 dipindahkan ke Sulawesi.
Saat pemberontakan G30S, ia termasuk salah seorang korban pemberontakan tersebut. Tubun ditembak hingga gugur. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Sugiyono lahir pada 12 Agustus 1926 di Desa Gendaran, daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Pada masa pendudukan Jepang Sugiyono mendapat pendidikan militer pada Pembela Tanah Air (PETA).
Kemudian ia diangkat menjadi Budanco di Wonosari. Kariernya terus berkecimpung di dunia militer, mengikuti beberapa penumpasan pemberontakan di Tanah Air.
Pada 1 Oktober 1965 Sugiyono yang baru saja kembali dari Pekalongan ditangkap di Markas Korem 072 yang telah dikuasai gerombolan PKI.
la dibunuh di Kentungan di sebelah Utara Yogyakarta dan jenazahnya ditemukan pada 22 Oktober 1965 kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Itulah sejumlah tokoh Pahlawan Revolusi dilengkapi biografi singkat dan perjuangannya. Semoga bermanfaat!
(juh)