Puisi adalah salah satu bentuk ekspresi seni yang bisa dinikmati banyak orang. Indonesia memiliki banyak penyair terkenal dengan karya-karya mereka yang luar biasa, sebut saja Chairil Anwar, W.S Rendra, Sapardi Djoko Damono dan masih banyak lagi.
Berikut kumpulan contoh puisi populer karya penyair atau sastrawan Indonesia.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keindahan puisi-puisi ini terletak pada kata-kata yang padat dan bersifat metaforis tetapi mampu memberikan makna yang begitu dalam.
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut kumpulan contoh puisi karya penyair Indonesia yang terkenal.
Chairil Anwar dikenal sebagai pelopor sastra modern Indonesia dengan puisi-puisinya yang penuh emosi. Karyanya sering kali mengungkapkan kegelisahan dan keinginan untuk kebebasan dari norma sosial.
Chairil Anwar meninggal pada usia 27 tahun di Jakarta. Meskipun hidupnya singkat, warisannya terus menginspirasi banyak penulis dan pembaca di Indonesia. Berikut ini beberapa puisi karya Chairil Anwar.
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi,
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai
Belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi kami adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi ada yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk
Kemerdekaan kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi.
W.S. Rendra merupakan salah satu sastrawan dan budayawan Indonesia. Ia dikenal sebagai tokoh sastra dan teater yang sangat berpengaruh di Indonesia.
Karyanya sering kali mencerminkan kritik sosial dan politik, serta mengangkat isu-isu keadilan dan kebebasan. Berikut beberapa puisi karya W.S. Rendra.
Bunga gugur
Di atas nyawa yang gugur
Gugurlah semua yang bersamanya
Kekasihku.
Bunga gugur di atas tempatmu terkubur
Gugurlah segala hal ikhwal antara kita.
Baiklah kita ikhlaskan saja tiada janji 'kan jumpa di sorga
Karena di sorga tiada kita 'kan perlu asmara.
Asmara cuma lahir di bumi
(di mana segala berujung di tanah mati)
ia mengikuti hidup manusia
Dan kalau hidup sendiri telah gugur
Gugur pula ia bersama sama.
Ada tertinggal sedikit kenangan
Tapi semata tiada lebih dari penipuan
Atau semacam pencegah bunuh diri.
Mungkin ada pula kesedihan
Itu baginya semacam harga atau kehormatan
Yang sebentar akan pula berantakan.
Kekasihku.
Gugur, ya, gugur
Semua gugur
Hidup, asmara, embun di bunga -
yang kita ambil cuma yang berguna.
Sang ayam berkokok
Tak pernah kembali ke sarangnya
Burung terbang
Tak pernah kembali ke sarangnya
Pertapa pergi
Tak pernah kembali ke purinya
Waktu berlalu
Tak pernah kembali ke pangkalnya
Rupiah hilang
Tak pernah kembali ke kotaknya
Wanita pergi
Tak pernah kembali ke pelukannya
Lelaki pergi
Tak pernah kembali ke dekapan
Hanya cinta yang pergi
Kembali lagi ke pelukannya
Hanya cinta yang pergi
Kembali lagi ke pelukannya
Sapardi Djoko Damono adalah penyair Indonesia terkemuka yang karyanya sering mengeksplorasi tema cinta, kehidupan, dan alam.
Karya-karyanya memiliki aspek dalam kehalusan bahasa dan mendalamnya penghayatan terhadap realitas kehidupan. Berikut puisi karya Sapardi Djoko Damono.
Dukamu adalah dukaku
Air matamu adalah air mataku
Kesedihan abadimu
Membuat bahagiamu sirna
Hingga ke akhir tirai hidupmu
Dukamu tetap abadi
Bagaimana bisa aku terokai perjalanan hidup ini
Berbekalkan sejuta dukamu
Mengiringi setiap langkahku
Menguji semangat jituku
Karena dukamu adalah dukaku
Abadi dalam duniaku!
Namun dia datang
Meruntuhkan segala penjara rasa
Membebaskan aku dari derita ini
Dukamu menjadi sejarah silam
Dasarnya 'ku jadikan asas
Membangunkan semangat baru
Biar dukamu itu adalah dukaku
Tindakanku biarkan ia menjadi pemusnahku!
Sementara kita saling berbisik
untuk lebih lama tinggal
pada debu, cinta yang tinggal berupa
bunga kertas dan lintasan angka-angka
Ketika kita saling berbisik
di luar semakin sengit malam hari
memadamkan bekas-bekas telapak kaki,
menyekap sisa-sisa unggun api sebelum fajar
Ada yang masih bersikeras abadi
Sutardji Calzoum Bachri adalah salah satu pelopor penyair Indonesia dari angkatan 1970-an dan dijuluki sebagai presiden penyair Indonesia.
Dia terkenal dengan "Kredo Puisi"-nya yang menekankan kebebasan kata-kata dalam menciptakan pengertian sendiri. Berikut puisi karya Sutardji C. Bachri.
lima percik mawar
tujuh sayap merpati
sesayat langit perih
dicabik puncak gunung
sebelas duri sepi
dalam dupa rupa
tiga menyan luka
mangasapi duka
puah!
kau jadi Kau
Kasihku
kawin
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
ka
winka
winka
winka
sihka
sihka
sihka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
sih
sih
sih
sih
sih
ka
Ku
Taufiq Ismail adalah seorang penyair dan sastrawan yang dikenal sebagai tokoh sastra angkatan '66. Ia memiliki latar belakang keluarga keagamaan dan aktif dalam berbagai bidang, termasuk sebagai kolumnis dan penulis lirik lagu untuk kelompok Bimbo.
Taufiq banyak menerima berbagai penghargaan di bidang sastra. Berikut beberapa puisi karya Taufiq Ismail.
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam,
yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Kembalikan Indonesia padaku
Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam
dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam
lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya,
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang
sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam
dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan,
Kembalikan Indonesia padaku
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Kembalikan Indonesia padaku
Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengantar banyak sekali
Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah
Yang dulu berteriak: dua ratus, dua ratus!
Sampai bensin juga turun harganya
Sampai kita bisa naik bis pasar yang murah pula
Mereka kehausan dalam panas bukan main
Terbakar muka di atas truk terbuka
Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, bu
Biarlah sepuluh ikat juga
Memang sudah rezeki mereka
Mereka berteriak-teriak kegirangan dan berebutan
Seperti anak-anak kecil
"Hidup tukang rambutan!" Hidup tukang rambutan!
Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya
Dan ada yang turun dari truk, bu
Mengejar dan menyalami saya
Hidup pak rambutan sorak mereka
Saya dipanggul dan diarak-arak sebentar
"Hidup pak rambutan!" sorak mereka
Terima kasih, pak, terima kasih!
Bapak setuju karni, bukan?
Saya mengangguk-angguk. Tak bisa bicara
Doakan perjuangan kami, pak,
Mereka naik truk kembali
Masih meneriakkan terima kasih mereka
"Hidup pak rambutan! Hidup rakyat!"
Saya tersedu, bu. Saya tersedu
Belum pernah seumur hidup
Orang berterima-kasih begitu jujurnya
Pada orang kecil seperti kita.
Zawawi Imron terkenal dengan karya-karyanya yang merenungkan alam Madura dan dipengaruhi oleh budaya dan keagamaan Islam.
Meskipun hanya lulusan sekolah dasar, dia menjadi penyair dan mubalig yang dihormati, menyebar risalah Islam melalui karya sastra dan ceramahnya.
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mata air air matamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran utangku padamu tak kuasa kubayar
ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu engkau ibu dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku
Dalam gelap malam yang sunyi
Aku merenungkan kebesaran-Mu
Yang terpancar di setiap bintang di angkasa
Aku merasa kecil
Di hadapan kebesaran-Mu
Yang menciptakan segala-galanya
Namun, di dalam hatiku
Aku merasakan tanda kasih-Mu
Yang hadir dalam setiap hembusan angin
Dalam diamku yang dalam
Aku merenungkan keajaiban cinta-Mu
Yang hadir dalam setiap detik kehidupanku
Terima kasih, Tuhan
Karena cinta-Mu yang tak pernah berkesudahan
Memberi arti pada hidupku yang fana ini
Penggagas puisi mbeling pada era Orde Baru ini merupakan seniman multitalenta yang aktif dalam berbagai bidang, termasuk penulisan buku drama, penyair, novelis, dan pelukis.
Karier panjangnya mencakup peran sebagai wartawan, penggiat teater, serta pengasuh beberapa majalah.
Di cermin yang baru dilap
aku melihat rembulan
dan suara ketawa
Siapa yang menanam manggis di kebunku
membuahkan rambutan dan cempedak
Buah-buah di kebunku ada pada musimnya
kecuali kates terus berbuah di semua musim
seperti begitu cinta berbuah dalam hati
Ini tanah airku, tempat kemarin aku lahir,
dan besok mati disambut juruselamat
Di negeriku sepanjang tahun ada matahari
yang menjadi mata bagi hari-hariku
Aku memetik dawai-dawai kecapi
di taman bunga segala warna
yang mengitari kursiku
Di cermin yang baru dilap
aku berkata kepada roh ibuku:
Bunda, aku ingin menjadi orang sabar
Kesabaran mencegah aku berbuat kesalahan.
Aku belajar mencintai bayang-bayang
karena ukurannya ditentukan oleh cahaya
ayahku tidak bilang kepada ibuku
maut adalah pencuri malam hari
Di bawah hujan yang menyapu peradaban
aku melihat terompet di kepala pastur
lebih besar dari rasa keinginan
dalam hanya sekali seumur hidup
tak sama besok dengan hari ini.
Sutan Takdir Alisjahbana dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam sastra Indonesia modern. Karyanya sering menggambarkan realitas sosial dan budaya Indonesia pada masanya, serta memperkenalkan gagasan-gagasan baru tentang kebangsaan dan modernitas.
Tidak, bagiku tidak ada kalah dan menang!
Sebab kuputuskan, bahwa kemenangan sudah
pasti untukku saja. Kalah tinggal pada mereka yang lain:
Yang mengeluh bila terjatuh,
Yang menangis bila teriris,
Yang berjalan berputar-putar dalam belantara
Di padang lantang yang kutempuh ini,
aku tak mungkin dikalahkan:
Sebab disini jatuh sama artinya dengan bertambah
kukuh berdiri.
Tiap-tiap pukulan yang dipukulkan berbalik berlipat
ganda kepada si pemukul.
Malahan algojoku sekalipun yang akan menceraikan
kepalaku dari badanku, akan terpancung sendiri seumur
hidupnya:
Melihat mataku tenang menutup dan bibirku berbunga
senyum.
Tuhan,
Terdengarkah kepadamu himbau burung di hutan
sunyi meratapi siang di senja hari?
Remuk hancur rasa diri memandang sinar lenyap
menjauh di bilik gunung,
Perlahan-lahan turun malam menutupi segala pandangan.
Menangis, menangislah hati!
Wahai hati, alangkah sedap nikmatnya engkau pandai menangis!
Apa guna kutahan, apa guna kuhalangi?
Aku terima kasih kepadamu, Tuhan, memberiku hati
tulus-penyerah seindah ini:
Sedih pedih menangis, waktu menangis!
Girang gembira tertawa, waktu tertawa!
Marak mesra bercinta, waktu bercinta!
Berkobar bernyala berjuang, waktu berjuang!
Sitor Situmorang dikenal sebagai salah satu tokoh sastra Indonesia yang berpengaruh pada masa sebelum dan setelah kemerdekaan Indonesia.
Berikut beberapa puisi karya Sitor Situmorang.
Di hari Minggu di hari iseng
Di silau matahari jalan berliku
Kawan habis tujuan di tepi kota
Di hari Minggu di hari iseng
Bersandar pada dinding kota
Kawan terima kebuntuan batas
Di hari panas tak berwarna
Seluruh damba dibawa jalan
Di hari Minggu di hari iseng
Bila pertemuan menambah damba
Melingkar di jantung kota
Ia merebah pada diri dan kepadatan hari
Tidak menolak tidak terima
Kembang, boneka dan kehidupan
Kembang, boneka dan kerinduan
Si adik ini ingin teman
Si anak ini punya ketakutan
Hari-hari kemarin
Punya keinginan
Berumah ufuk, ombak menggulung
Hari-hari kandungan
Tolak keisengan
Ramai-ramai di kebun binatang
Kembang, boneka dan kehidupan
Kembang dan kerinduan
Si adik ini ingin teman
Boneka ini punya kesayuan
Hari-hari datang
Hari kembang di kebun binatang
Hari bersenang
Pecah dalam balonan
Kembang, boneka dan kehidupan
Kembang dan kerinduan
Si adik ini ingin teman
Boneka ini punya kesayuan
Ajip Rosidi adalah seorang sastrawan, budayawan, dan sejarawan Indonesia yang berkontribusi besar dalam pengembangan sastra dan budaya Indonesia.
Berikut puisi karya Ajip Rosidi.
Ingat aku dalam doamu: di depan makam Ibrahim
akan dikabulkan Yang Maha Rahim
Hidupku di dunia ini, di alam akhir nanti
lindungi dengan rahmat, limpahi dengan kurnia Gusti
Ingat aku dalam doamu: di depan makam Ibrahim
di dalam solatmu, dalam sadarmu, dalam mimpimu
Setiap tarikan nafasku, pun waktu menghembuskannya
jadilah berkah, semata limpahan rido Illahi
Ya Robbi!
Biarkan kasih-Mu mengalir abadi
Ingat aku dalam do'a-Mu
Ingat aku dalam firman-Mu
Ingat aku dalam diam-Mu
Ingat aku
Ingat
Amin
Alam semesta
Hening menggenang
Air mata yang deras mengalir
bersumber pada kalbu-Mu
Sanusi Pane adalah seorang penulis dan sastrawan Indonesia yang karyanya sering mengangkat tentang alam dan manusia. Berikut puisi karya Sanusi Pane.
Pada kepalaku sudah direka,
Mahkota bunga kekal belaka,
Aku sudah jadi merdeka,
Sudah mendapat bahagia baka.
Aku melayang ke langit bintang,
Dengan mata yang bercaya-caya,
Punah sudah apa melintang,
Apa yang dulu mengikat saya.
Mari kekasih, jangan ragu
Mencari jalan; aku mendahului,
Adinda kini
Mari, kekasih, turut daku
Terbang kesana, dengan melalui,
Hati sendiri
Aku memandang tersenyum arah ke bawah:
Bandung mewajah di dalam kabut.
Jauh di sana bermimpi Gede-Pangrango,
Seperti pulau dalam lautan awan.
Langit kelabu,
Alam muram.
Dan ke dalam hatiku,
Masuk perlahan
Rindu dendam.
Jiwaku meratap bersama jiwa
Gembala yang bernyanyi dalam lembah.
Ratap melayang bersama suara
Ke Dalam kemuraman
Kehilangan.
Korrie Layun Rampan merupakan pengarang berbagai karya sastra seperti novel, cerpen, dan puisi. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh sastra Indonesia yang kreatif dan produktif dengan puluhan karya yang telah ditulisnya.
Kutempuh jalan-jalan lengang, derita-Mu menghadang
Demikian tertib nasib menyalib
Dari pusat hari-hari-Mu yang rumit
Kutempuh jalan-jalan sepi, cinta mekar dalam bunga-bunga sunyi
Hidup berbeban juang, sepanjang tubir hari-hari yang garang
Tak berdalih, antara derita dan ketawa
Makna hidup latah cinta, gelepar-Mu yang
menggemuruh di dada
Perjalanan ini
menyusuri langsai-langsai kehidupan
menyusuri luka demi luka
menyusuri gigiran abad padang-padang lengang
menyusuri matahari
dan lautan abadi dahsyat sunyi
Perjalanan ini
menyusuri pantai sukma demi sukma
menyusuri geliat urat-urat hari
menyusuri dasar telaga lembah jiwa
dan tanah hitam coklat merah
sepanjang rentangan tali benang-benang nurani
Perjalanan ini
menyusuri perigi dunia terik kering
adalah jiwa kita yang lelah
Perjalanan ini
menyusuri bumi pahit manis dan langit asing
adalah kita yang sempoyongan menyandang berjuta beban
Perjalanan ini
menyusuri hutan bentangan sepi bentangan api
adalah kita yang menyandang luka dan seribu jalan
adalah kita yang mendukung senja dan sejuta salib
hitam
Joko Pinurbo adalah penyair Indonesia yang dikenal dengan karyanya yang sering kali menggambarkan kehidupan sehari-hari dengan gaya bahasa yang sederhana tetapi penuh makna.
Sebagai salah satu tokoh sastra kontemporer, Joko Pinurbo dikenal karena kepekaannya dalam menangkap nuansa kehidupan sehari-hari dan mengungkapkannya melalui puisi-puisinya.
Setelah punya rumah, apa cita-citamu?
Kecil saja: ingin sampai rumah
saat senja supaya saya dan senja sempat
minum teh bersama di depan jendela.
Ah, cita-cita. Makin hari kesibukan
makin bertumpuk, uang makin banyak
maunya, jalanan macet, akhirnya
pulang terlambat. Seperti turis lokal saja,
singgah menginap di rumah sendiri
buat sekedar melepas penat.
Terberkatilah waktu yang dengan tekun
dan sabar membangun sengkarut tubuhku
menjadi rumah besar yang ditunggui
seorang ibu. Ibu waktu berbisik mesra,
"Sudah kubuatkan sarang senja
di bujur barat tubuhmu. Senja sedang
berhangat-hangat di dalam sarangnya."
Maria sangat sedih
menyaksikan anaknya
mati di kayu salib tanpa celana
dan hanya berbalutkan sobekan jubah
yang berlumuran darah.
Ketika tiga hari kemudian
Yesus bangkit dari mati,
pagi-pagi sekali Maria datang
ke kubur anaknya itu, membawa
celana yang dijahitnya sendiri
dan meminta Yesus mencobanya.
"Paskah?" tanya Maria.
"Pas!" jawab Yesus gembira.
Mengenakan celana buatan ibunya,
Yesus naik ke surga.
Mustofa Bisri atau dikenal sebagai Gus Mus merupakan seorang ulama dan juga penyair. Berikut puisi karya Mustofa Bisri.
Jangan anggap mereka kalap
jika mereka terjang senjata sekutu lengkap
jangan dikira mereka nekat
karena mereka cuma berbekal semangat
melawan seteru yang hebat
Jangan sepelekan senjata di tangan mereka
atau lengan yang mirip kerangka
Tengoklah baja di dada mereka
Jangan remehkan sesobek kain di kepala
tengoklah merah putih yang berkibar
di hati mereka
dan dengar pekik mereka
Allahu Akbar !
Dengarlah pekik mereka
Allahu Akbar !
Gaungnya menggelegar
mengoyak langit
Surabaya yang murka
Allahu Akbar
menggetarkan setiap yang mendengar
Semua pun jadi kecil
Semua pun tinggal seupil
Semua menggigil.
Surabaya,
O, kota keberanian
O, kota kebanggaan
Mana sorak-sorai takbirmu
yang membakar nyali kezaliman ?
mana pekik merdekamu
Yang menggeletarkan ketidakadilan ?
mana arek-arekmu yang siap
menjadi tumbal kemerdekaan
dan harga diri
menjaga ibu pertiwi
dan anak-anak negeri.
Ataukah kini semuanya ikut terbuai
lagu-lagu satu nada
demi menjaga
keselamatan dan kepuasan
diri sendiri
Allahu Akbar !
Dulu Arek-arek Surabaya
tak ingin menyetrika Amerika
melinggis Inggris
Menggoda Belanda
murka pada Gurkha
mereka hanya tak suka
kezaliman yang angkuh merajalela
mengotori persada
mereka harus melawan
meski nyawa yang menjadi taruhan
karena mereka memang pahlawan
Surabaya
Di manakah kau sembunyikan
Pahlawanku?
Bagai wanita yang tak ber-ka-be saja
Ibu pertiwi terus melahirkan putra-putranya
Pahlawan-pahlawan bangsa
Dan patriot-patriot negara
(Bunga-bunga
kalian mengenalnya
Atau hanya mencium semerbaknya)
Ada yang gugur gagah dalam gigih perlawanan
Merebut dan mempertahankan kemerdekaan
(Beberapa kuntum
dipetik bidadari sambil senyum
Membawanya ke sorga tinggalkan harum)
Ada yang mujur menyaksikan hasil perjuangan
Tapi malang tak tahan godaan jadi bajingan
(Beberapa kelopak bunga
di tenung angin kala
Berubah jadi duri-duri mala)
bagai wanita yang tak ber-ka-be saja
Ibu pertiwi terus melahirkan putra-putranya
Pahlawan-pahlawan dan bajingan-bajingan bangsa
(di tamansari
bunga-bunga dan duri-duri
Sama-sama diasuh mentari)
Anehnya yang mati tak takut mati justru abadi
Yang hidup senang hidup kehilangan jiwa
(mentari tertawa sedih memandang pedih
Duri-duri yang membuat bunga-bunga tersisih)
Demikian contoh puisi populer karya para penyair Indonesia. Semoga bermanfaat.
(naj/fef)