Seorang muslim yang hendak beribadah wajib berada dalam keadaan suci. Selain memperhatikan tata cara bersuci, jenis air yang digunakan pun tidak boleh sembarangan.
Lantas, apakah semua air bisa dipakai bersuci? Ternyata dalam Islam, air dibedakan menjadi beberapa jenis sesuai sifat dan keadaannya sehingga beberapa jenis air ada yang tidak layak digunakan untuk bersuci.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Islam, air adalah hal utama yang digunakan untuk bersuci. Meski begitu, tidak semua jenis air bisa dipakai untuk bersuci menghilangkan hadas dan najis.
Air yang dapat digunakan untuk menyucikan diri dan menghilangkan najis adalah air mutlak. Air mutlak merupakan air yang murni dan tidak bercampur dengan zat atau materi lain.
Syarat air yang suci dan menyucikan adalah bisa diminum dan tidak berubah sifatnya, baik itu bau, rasa, dan warna. Yang termasuk air mutlak antara lain air hujan, air sumur, embun, serta air yang keluar dari mata air.
Dikutip dari laman NU Online, ada empat jenis air dalam Islam dan tidak semuanya dapat digunakan untuk bersuci. Para ulama membagi jenis-jenis air sebagai berikut.
Pertama adalah air mutlak, air ini turun dari langit atau bersumber dari bumi dengan sifat asli penciptaannya. Air ini termasuk dalam air suci dan menyucikan.
Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi, ada tujuh macam air yang termasuk dalam kategori ini:
المياه التي يجوز التطهير بها سبع مياه: ماء السماء، وماء البحر، وماء النهر، وماء البئر، وماء العين, وماء الثلج، وماء البرد
"Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es."
Ketujuh macam air tersebut masuk dalam air mutlak karena masih sama dengan sifat asli penciptaannya. Jika berubah, maka air tak bisa disebut air mutlak dan hukumnya pun akan berubah.
Namun, perubahan air tidak akan menghilangkan kemutlakannya apabila air berubah karena diam terlalu lama atau tercampur sesuatu yang tak bisa dihindari, seperti debu, lumut, lempung, atau belerang.
Air mus'tamal yang merupakan air yang telah digunakan untuk bersuci, baik untuk menghilangkan hadas atau wudhu dan mandi atau menghilangkan najis.
Air tersebut tidak berubah dan tidak bertambah volumenya setelah terpisah dari air yang digunakan untuk membasuh atau menyucikan sesuatu.
Air mus'tamal tidak bisa lagi digunakan untuk bersuci apabila mencapai dua qullah. Namun, jika volume air mencapai dua qullah atau lebih, maka air bisa digunakan untuk bersuci.
Meski tak bisa lagi digunakan untuk bersuci, air ini masih dapat digunakan untuk hal lain, seperti menghilangkan hadas dan najis.
Air tidak akan berubah menjadi mus'tamal apabila dipakai untuk berwudhu dalam keadaan masih suci atau ketika seseorang hanya memperbarui wudhu mereka.
Berikutnya air mutaghayar atau air yang mengalami perubahan karena tercampur dengan barang suci lainnya. Perubahan ini membuat air tidak lagi menjadi mutlak.
Contohnya, mata air yang masih asli maka akan disebut sebagai air mutlak. Namun, ketika air dari mata air tercampur dengan teh, maka air berubah nama menjadi air teh dan tidak lagi menjadi air mutlak.
Air mutaghayar tetap suci zatnya, tetapi tidak bisa digunakan untuk bersuci.
Namun, hal ini tidak berlaku pada air mineral karena tidak ada percampuran barang yang membuat air mutlak mengalami perubahan sifat-sifatnya. Penamaan nama menjadi air mineral hanyalah nama dagang yang tidak memengaruhi kemutlakan air.
Terakhir air mustanajis atau air yang terkena barang najis dan volumenya berkurang sejumlah dua qullah atau lebih. Tak hanya itu, air juga mengalami perubahan sifat, warna, bau, dan rasa karena terkena najis.
Air mustanajis tidak bisa digunakan untuk bersuci karena zatnya sudah tidak suci. Air ini juga tidak bisa dipakai untuk menyucikan.
Jadi, apakah semua air bisa dipakai bersuci? Dalam Islam, hanya air mutlak saja yang bisa digunakan untuk bersuci. Semoga bermanfaat.
(sac/fef)