Jakarta, CNN Indonesia -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menilai besarnya harapan masyarakat terhadap Pemerintahan Joko Widodo mencerminkan kompleksitas permasalahan ekonomi Indonesia yang begitu besar. Salah satu yang menjadi sorotan adalah besarnya kombinasi utang swasta dan pemerintah yang semakin membebani ekonomi nasional.
"Utang swasta kita Rp 3.540 triliun atau sekitar US$ 30 miliar dan utang pemerintah Rp 260 triliun, sedangkan kemampuan negara membayar utang hanya 40 persen," kata Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto dalam Rakernas Kadin, Jumat (21/11).
Besarnya utang Indonesia itu, kata Bambang, membuat pokok dan bunga yang harus dibayar semakin membebani ekonomi. Terutama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Permasalahan utang tersebut, katanya, merupakan implikasi dari peran penerimaan negara yang kurang optimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penerimaan pajak kita kurang dari 70 persen (kebutuhan belanja), sangat lemah. Bahkan untuk mrmbayar utang saja negara harus menarik utang baru," ujarnya.
Salah satu instrumen pembiayaan, kata Bambang, adalah dengan menerbitkan obligasi negara. Sayangnya, 35 persen dari total obligasi negara dimiliki asing sehingga rentan terjadi masalah likuiditas jika terjadi pembalikan arus modal.
Dari sisi defisit primer APBN, Bambang menilai perkembangannya semakin mengkhawarirkan. Apabila pada 2012 defisit primer APBN sebesar Rp 45 triliun, maka pada 2014 meningkat dua kali lipat menjadi Rp 111 triliun.
"Ini terjadi karena pendapatan pajak kita terus menurun dan bahkan tahun ini tidak tercapai. IMF memperkirakan terjadi kebocoran di sektor pajak sebesar 40 persen," katanya.
Untuk itu, Bambang mengharapkan sektor swasta turut membantu mengurangi permasalahan utang negara. Namun, itu bisa dilakukan swasta jika bunga kredit di dalam negeri bisa ditekan menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan di luar negeri.
"Utang swasta besar karena bunga pinjaman tinggi di dalam negeri, sedangkan di luar lebih rendah. Ini yang menyebabkan ada tekanan terhadap Rupiah dan menguras cadangan devisa kita," katanya.