Jakarta, CNN Indonesia -- Kinerja ekonomi Indonesia pada tahun lalu meleset dari target ambisius yang dirancang oleh Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengungkapkan ekonomi nasional pada 2014 kemungkinan hanya tumbuh 5,1 persen, lebih rendah dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) yang sebesar 5,5 persen.
"Proyeksi kami pertumbuhan ekonomi (2014) paling tinggi 5,1 persen. Ini angka sementara," jelas Bambang di kantor Kementerian Keuangan, Senin (5/1).
Deviasi juga terjadi pada inflasi, yang realisasinya mencapai 8,36 persen atau jauh di atas target APBNP 2014 yang dipatok 5,3 persen. Menkeu mengatakan melonjaknya inflasi pada tahun lalu karena imbas dari kebijakan pemerintah menaikkan harga premium dan solar sebesar Rp 2.000 per liter pada 18 November 2014.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rupiah realisasinya pada 2014 sebesar Rp 11.878 per dolar AS, lebih lemah dari target rata-rata setahun Rp 11.600 per dolar AS," tuturnya.
Pelemahan kurs, kata Bambang, tidak hanya terjadi pada rupiah, tetapi juga melanda mata uang negara lain. Gal ini merupakan fenomena global yang dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Dari sisi harga minyak mentah Indonesia (ICP), Menkeu mengungkapkan realisasinya hingga penghujung 2014 sebesar US$ 97 per barel, lebih rendah dari asumsi APBNP 2014 yang sebesar US$ 105 per barel. Hal ini, dinilai Bambang berdampak positif dan negatif terhadap fiskal karena di satu sisi mengurangi beban subsidi energi dan disis lain mengurangi penerimaan neagra dari sektor migas.
"Lalu untuk lifting (produksi) minyak mentah (realisasinya) 794 ribu barel per hari (bph) dari target 818 ribu bph, sedangkan lifting gas realisasinya sesuai dengan target 1,2 juta bph," jelas Bambang.
(ags/ags)