Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menerima laporan dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bahwa ada empat perusahaan anggotanya yang kesulitan melakukan ekspansi usaha senilai Rp 3,6 triliun akibat tumpang tindih regulasi di sektor tersebut.
Sekretaris Jenderal GAPKI Joko Supriyono mengatakan rencana investasi empat perusahaan anggotanya terbentur oleh aturan yang dibuat sendiri oleh instansi pemerintah. Padahal menurut Joko, industri kelapa sawit merupakan salah satu industri unggulan Indonesia. Sayangnya dia enggan menyebutkan ke-empat perusahaan tersebut.
“Investasi ke depan menurut perkiraan kami akan mengalami penurunan akibat beberapa kebijakan yang tidak mendukung industri ini. Ada peraturan Menteri Pertanian yang membatasi suatu grup hanya boleh mengelola 100 ribu hektare perkebunan sawit, ini mengganggu karena akhirnya investasi dikuasai pemain besar,” kata Joko di Kantor BKPM, Selasa (6/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Joko, jika ada aturan seperti itu maka seharusnya pemerintah juga mampu mewajibkan perusahaan besar untuk mendorong 25 persen pemanfaatan luas kebunnya untuk petani plasma.
“Masalah berikutnya adalah Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2013 tentang Moratorium Gambut dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Kebijakan ini akhirnya membatasi investasi, bukan hanya di perkebunan sawit tetapi juga sektor lainnya. Padahal sustainability saya yakin bisa berjalan bersama dengan kepentingan investasi,” kata Joko.
Juan Permata Adoe, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Industri Pengolahan Makanan dan Peternakan meminta pemerintah segera melakukan sinkronisasi untuk menghindari potensi investasi triliunan rupiah tersebut menguap.
“Kementerian yang saling tumpang tindih aturannya terkait sawit adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian. Seharusnya punya satu kebijakan yang sinkron,” katanya.
Sementara Ketua Asosiasi Perusahaan Perbenihan Hortikultura Indonesia (Hortindo) Afrizal GindowHortindo mengatakan anggotanya mengeluhkan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura yang mewajibkan perusahaan asing yang sudah beroperasi selama 25 tahun di bidang pembibitan untuk mendivestasikan 30 persen sahamnya ke perusahaan dalam negeri.
“Kebijakan ini menyurutkan minat perusahaan asing masuk Indonesia. Apalagi ketentuan ini berlaku surut. Akibatnya investor masih menunggu untuk masuk, sementara kebutuhan sayuran terus meningkat. Saat ini konsumsi sayur Indonesia masih 40 kilogram per kapita, jauh dari rekomendasi FAO sebanyak 80 kilogram per kapita,” ujar Afrizal.
Kepala BKPM Franky Sibarani memastikan pemerintah akan berupaya untuk memperbaiki hambatan-hambatan tersebut. Sebab pemerintahan saat ini ingin menempatkan pertanian sebagai sektor strategis untuk menggerakkan perekonomian.
“Sektor pertanian merupakan salah satu prioritas Pemerintah. Kami melakukan temu investor harapannya investasi yang sekarang bida ditingkatkan lagi. Kemudian apa permasalahan yang mereka hadapi sampaikan ke kami. Untuk kendala kebijakan yang menimbulkan ketidakpastian, tentu akan dibahas lintas kementerian secara serius,” kata Franky.
(gen)