Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengeluarkan aturan baru terkait lalu lintas ekspor dan impor Bahan Bakar Minyak (BBM), gas bumi, dan bahan bakar lainnya guna menambah pengawasan serta memperketat perdagangan di sektor tersebut.
Aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 03/M-DAG/PER/1/2015 tanggal 5 Januari 2015. "Kami perlu melakukan pengetatan dan pengawasan ekspor dan impor minyak dan gas bumi karena migas merupakan produk strategis dan sumber penerimaan negara," ujar Mendag Rachmat seperti dikutip dari keterangan resmi, Jumat (9/1).
Permendag No. 03/M-DAG/PER/1/2015 tersebut sekaligus menyempurnakan kebijakan sebelumnya, yaitu Permendag No. 42/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak dan Gas Bumi (Migas). Dalam Permendag baru ini, sedikitnya ada tiga ketentuan baru yang dibuat Mendag.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Pertama, seluruh pelaku usaha ekspor dan impor migas diwajibkan melakukan registrasi untuk Importir Terdaftar (IT) dan Eksportir Terdaftar (ET) sebelum mendapatkan Surat Persetujuan Ekspor dan Impor,” katanya.
Kedua, kegiatan ekspor dan impor migas harus mendapat Surat Persetujuan Ekspor dan Impor dari Kementerian Perdagangan setelah ada petimbangan teknis atau rekomendasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sebelumnya, ketentuan ekspor dan impor migas hanya perlu persetujuan ekspor dan impor dari Kementerian Perdagangan setelah ada rekomendasai dari Kementerian ESDM, dan tidak diperlukan registrasi ET dan IT.
“Ketiga, untuk setiap ekspor dan impor migas wajib dilakukan verifikasi oleh Surveyor Independen yang ditunjuk oleh Kementerian Perdagangan,” jelasnya.
Sebelumnya,
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyarankan PT Pertamina (Persero) memanfaatkan momentum pelemahan harga minyak dunia untuk membuat kontrak impor minyak jangka panjang. (Baca: Harga Rendah, BPH Migas Sarankan Impor Minyak Jangka Panjang)Anggota Komite BPH Migas Ibrahim Hasyim menyebutkan saat ini tren harga minyak dunia sedang menurun di angka US$ 59 sampai US$ 61 per barel. Kondisi ini menurutnya bisa dimanfaatkan Pertamina untuk membuat kontrak pengadaan minyak jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.“Meski target produksi minyak Indonesia mencapai hampir 1 juta barel per hari, tetap tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sementara untuk mengembangkan lapangan-lapangan minyak baru dibutuhkan waktu. Mau tidak mau tetap harus impor,” ujar Ibrahim dikutip dari situs resmi BPH Migas, Selasa (30/12). (gir/gir)