Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah bakal mematok tarif bea keluar (BK) sebesar 15 persen atas ekspor biji kakao pada tahun ini. Angka tersebut lebih tinggi dari tarif BK saat ini yang bersifat progresif di kisaran 5 persen hingga 15 persen, menyesuaikan dengan pergerakan harga.
“Tahun ini Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian akan memukul rata tarif bea keluar untuk kakao atau flat sebesar 15 persen,” jelas Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Piter Jasman kepada
CNN Indonesia, Sabtu (14/2).
Kebijakan ini diambil, kata Pieter, untuk menghambat ekspor biji mentah dan mendorong hilirisasi industri kakao. Dengan demikian diharapkan industri kakao nasional lebih berdaya saing dan memberikan nilai tambah lebih bagi ekonomi nasional.
“Saat ini kalau beli kakao (dari luar negeri) kena PPN (pajak pertambahan nilai) 10 persen, sedangkan ekspor bayar bea keluar 5 persen. Wajar saja kalau pabrik cokelatnya ada di Malaysia dan Singapura,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, rencana kenaikan BK untuk biji kakao yang diekspor menjadi flat 15 persen oleh pemerintah dilatarbelakangi oleh pencabutan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2007 tentang Impor atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari PPN. Akibat pencabutan PP tersebut oleh Mahkamah Agung pada 2014 lalu, produk pertanian yang dijual kepada industri pengolahan di dalam negeri terkena PPN sebesar 10 persen.
Pemerintah, lanjut Pieter,melihat industri kakao punya prospek cerah untuk dikembangkan mengingat permintaan dan harga jualnya terus meningkat. Untuk itu, pemerintah berkomitmen untuk membantu pendanaan petani kakao di Tanah Air.
“Pemerintah dan DPR kemarin sudah menyepakati anggaran sebesar Rp 1,1 triliun di APBNP 2015 untuk membantu petani kakao,” tuturnya.
Investor BaruPieter menambahkan banyak investor asing yang tertarik menanamkan modal di industri cokelat nasional. Salah satunya yang dalam waktu dekat akan masuk adalah Olam International Ltd. Perusahaan cokelat asal Singapura itu akan membangun pabrik berkapasitas 60 ribu ton di wilayah Jabodetabek.
"Olam Singapura baru mau masuk. Rencananya dia akan membangun pabrik berkapasitas 60 ribu ton dengan skala investasi US$ 60 juta," tuturnya.
(ags/gir)