Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia (Astruli) meminta pemerintah melakukan verifikasi ulang atas data produksi rumput laut kering Indonesia. Hal tersebut penting dilakukan sebelum diberlakukannya bea keluar sebesar 44 persen untuk berbagai jenis komoditas tersebut.
"Data yang ada di kami itu produksi rumput laut kering sebanyak 350 ribu ton per tahun. Sementara ada data lain yang menyebutkan produksi rumput laut kering sampai 930 ribu ton per tahun. Nah ini yang harus disamakan dulu sebelum bea keluar ditetapkan," kata Wakil Ketua Umum Astruli Sasmoyo S. Boesari usai bertemu Menteri Perindustrian Saleh Husin di kantornya, Jakarta, Kamis (26/3).
Sebelumnya Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat produksi rumput laut kering nasional pada 2013 mencapai 930 ribu ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 176 ribu ton diekspor dengan nilai total US$ 162,4 juta, sedangkan yang diserap oleh industri nasional hanya 120 ribu ton kering. Dengan demikian masih terdapat persediaan rumput laut sebanyak 640 ribu ton kering yang belum dapat dioptimalkan sehingga muncullah wacana penerapan bea keluar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Astruli menurut Sasmoyo lebih berpegang pada data produksi yang dikeluarkan oleh Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) sebanyak 350 ribu ton per tahun. Menurutnya, dari total produksi rumput laut kering sebanyak itu pun, 30 perusahaan pengguna rumput laut yang menjadi anggota Astruli baru mampu menyerap sekitar 50 persen setara 120 ribu produksi nasional.
"Target kami industri dalam negeri memang bisa menyerap seluruh produksi rumput laut kering tersebut. Jadi pengenaan bea keluar tidak perlu karena harga jual rumput laut dalam negeri bisa ikut naik. Hal itu sudah kami sampaikan kepada pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian," kata Sasmoyo.
Dia menambahkan, sesuai peta jalan pengembangan industri rumput laut nasional, pemerintah sebenarnya memiliki sembilan instrumen penguatan industri tersebut. Pengenaan bea keluar disebut Sasmoyo menempati posisi ketujuh dalam rencana tersebut.
"Tapi kenapa sekarang jadi di nomor urut pertama dengan pengenaan bea keluar ini," ujarnya.
Rebound HargaBerdasarkan data Astruli, Sasmoyo menyebutkan harga rumput laut kering di pasar domestik sebelumnya sekitar Rp 13 ribu per kilogram (kg). Sementara harga di pasar internasional sebesar US$ 1.200 sampai US$ 1.500 per ton.
Dia mengakui harga saat ini lebih rendah 10-15 persen dibandingkan harga yang wajar tersebut
"Tapi penurunan harga bukan karena wacana penerapan bea keluar. Lebih disebabkan oleh permintaan dari Tiongkok yang turun karena masa imlek," katanya.
Fenomena penurunan harga selama Januari-Maret 2015 menurut Sasmoyo adalah hal yang wajar dan terus terjadi setiap tahun karena faktor penurunan permintaan Tiongkok selama periode tersebut. Perusahaan-perusahaan pengguna rumput laut kering di Tiongkok memang terbiasa menimbun stok selama tiga bulan itu karena pabrik yang tidak beroperasi selama masa imlek.
"Kami perkiraan pertengahan April harganya naik lagi," kata Sasmoyo.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, pemerintah akan menetapkan bea keluar bagi ekspor rumput laut kering sebesar 44 persen untuk jenis Gracillaria, 21 persen untuk jenis E. Cottoni, dan 12 persen untuk jenis E. Spinosum.
(ags)