Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan Presiden Joko Widodo yang menambah uang muka/down payment (DP) dalam pembelian kendaraan pejabat negara yang ditujukan secara perorangan mendapat kritik dari Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad. Menurut Fadel, kebijakan Jokowi tersebut bertentangan dengan rencana penghematan anggaran yang selama ini digembar-gemborkan.
"Saya sebagai ketua Komisi XI yang turut terlibat dalam budget policy, menyayangkan kebijakan ini, disaat kita sedang berusaha melakukan penyelamatan anggaran," ujar Fadel saat ditemui di Jakarta, Kamis (2/4).
"Presiden dan Wapres selalu mengatakan udah tidak perlu lagi membangun gedung baru, kita bikin penghematan, tidak boleh rapat di hotel dan lain-lain, kenapa sekarang malah seperti ini," kata Fadhel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Fadel, seharusnya Presiden dapat mencari alternatif lain dalam memberikan fasilitas atau tunjangan bagi pejabat. Ia mencontohkan pejabat negara bisa menyewa kendaraan dinas kepada pihak ketiga ketimbang harus membeli baru. Fadel menyebut, hal tersebut lebih efisien ketimbang membeli baru dan melakukan perawatan rutin.
"Saya pernah laksanakan dengan sewa ke pihak ketiga maka saya bisa menghemat hingga 36 persen. Daripada maintanance-nya pakai anggaran, lebih murah pakai sewa pihak ketiga," katanya.
Ditemui pada saat yang sama, Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro mengaku tidak mengetahui adanya skema pemberian fasilitas tersebut. Padahal anggaran tersebut diproses di lembaganya.
"Saya belum mendapat info soal itu, jadi saya belum bisa bahas," kata Bambang saat ditanya oleh wartawan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menaikkan tunjangan uang muka pembelian kendaraan dinas pejabat negara sebesar Rp 94 juta menjadi Rp 210,89 juta per orang. Keputusan tersebut terutang dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara Untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, yang diundangkan 23 Maret 2015.
(gir)