Sak Semen Jadi Tas Trendi, Dari Sosial Hingga Internasional

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Senin, 13 Apr 2015 10:23 WIB
Untuk produk tas, sak semen tersebut dipadukan dengan kulit. Tas tersebut dibanderol berkisar Rp 120 ribu hingga Rp 300 ribu per unitnya.
Vania Santoso (23), pendiri dan CEO dari bisnis sosial AVPeduli, berpose dengan tas yang terbuat dari sak/kertas semen. Produk olahan sak semen Vania mendapatkan penghargaan Emerging Product pada ajang Jakarta International Handicraft Trade Fair (INACRAFT) Award 2015 di Jakarta Covention Center, Jumat (10/4). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sak semen ternyata dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk fashion. Di tangan Vania Santoso (23) dan timnya, kertas sak semen disulap menjadi tas trendi dan fashionable hingga mendapatkan penghargaan produk berkembang (emerging product) pada ajang Jakarta International Handicraft Trade Fair (Inacraft) Award 2015 di Jakarta Convention Center, Jumat (10/4) lalu.

“Minat (konsumen) di dalam negeri memang masih melihat produk daur ulang itu stigmanya ‘aduh itu dari sampah, males, enggak keren’ makanya kita siasati dengan kita bikin dengan olahan sak semen itu,” tutur Vania, pendiri dan CEO AVPeduli, kepada CNN Indonesia usai menerima penghargaan.

Berpegang pada penelitian cara mengolah sak semen dari kampusnya, Universitas Airlangga (Unair), AVPeduli mengolah sak semen menjadi material yang kuat, tahan air, dan ramah lingkungan. Metode pewarnaannya menggunakan pola celup dengan bahan pewarna alami. Agar makin menarik, bagian luar sak semen juga dilapis formula hasil penelitian dari Unair yang salah satu bahan dasarnya merupakan getah pinus. Formula ramah lingkungan tersebut membuat sak semen tampak kuat dan mengkilat bagai dilapis pernis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam setahun, AVPeduli dapat memproduksi 700 hingga 800 unit produk retail dan ribuan unit pesanan khusus berlabel “Hey Startic”. Tidak hanya tas, sak semen tersebut juga dapat juga diolah menjadi berbagai souvenir seperti dompet.

Untuk produk tas, sak semen tersebut dipadukan dengan kulit agar lebih menarik namun ada pula yang memang material utamanya sak semen. Tas tersebut dibanderol berkisar Rp 120 ribu hingga Rp 300 ribu per unitnya.

“Tergantung ada pakai kombinasi (kulit ataupun material lain) atau pure sak semen saja,” kata Vania.

Selain produk berbahan dasar sak semen, AVPeduli juga memproduksi produk berbahan dasar plastik bungkus kopi dan permen, botol, dan material daur ulang lain. Bahan-bahan tersebut diolah menjadi berbagai produk seperti tas, dompet, sarung handphone, pigura foto, dan berbagai hiasan lain. Untuk memperoleh bahan baku, Vania bekerjasama dengan kontraktor, bank sampah, dan warung-warung di Surabaya, Jawa Timur dan sekitarnya.

Dengan mengusung tagline ‘Eco-fashion for you, empowerment for society’, sekitar 70 persen produksi AVPeduli dipasarkan ke mancanegara melalui pameran dan penjualan online, sedangkan 30 persen sisanya dipasarkan di berbagai toko dalam negeri.

“Ekspor yang paling rutin sampai saat ini (dapat) repeat order terus itu ke Belanda sama ke Australia. Jadi mayoritas justru pembelinya banyak yang tertarik itu malah dari luar negeri karena mereka suka (yang) go green gitu,” tutur Vania yang baru dinobatkan menjadi juara 2 Wirausaha Muda Mandiri tahun ini.

Ditanyakan soal omzet, Vania mengaku omzet bisnis sosialnya dapat mencapai ratusan juta per tahun. Besaran biaya produksi berkisar 60 hingga 70 persen dari omzetnya. Sekitar 60 persen dari keuntungan bersih dibagikan (profit sharing) kepada pengrajin yang berasal dari masyarakat marginal di tiga desa binaan AV Peduli di Jawa Timur.

Awal Mula Bisnis Sosial

Berawal dari kepeduliannya terhadap lingkungan, Vania bersama sang kakak, Agnes Santoso, mendirikan klub lingkungan AVPeduli di Surabaya pada tahun 2005. Anggota klub ini merupakan generasi muda yang aktif dalam gerakan pelestarian lingkungan.

“Sampai akhirnya pas di 2007 kita (AVPeduli) menang sebagai delegasi Indonesia pertama yang jadi finalis bahkan jadi juara pertama untuk (kompetisi) Volvo Adventure, lomba lingkungan (tingkat) internasional yang diadakan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) di Swedia, “ tuturnya.

Hadiah uang sebesar US$ 10 ribu dari kompetisi tersebut dimanfaatkan Vania bersama anggota AVPeduli untuk mulai mengembangkan lini bisnis sosial dengan melibatkan masyarakat marginal di desa binaan. Saat ini, AV Peduli sudah memiliki tiga desa binaan di provinsi Jawa Timur.

Di tiap desa binaan, AV Peduli mengajarkan manajemen pengolahan sampah hingga menjadi produk daur ulang kepada masyarakat. “Masyarakat binaan kita itu sekarang sudah bisa jadi pelatih lagi buat orang lain. Itu sih yang paling bikin bangga, paling bikin seneng,” ujarnya.

Tahun 2011, AVPeduli mulai memperkenalkan merek “Hey Startic” dan ikut serta pada roadshow bersama pemerintah dan pameran baik di dalam dan luar negeri. Baru tahun lalu, usaha ini mulai fokus dalam pemasaran dan pengembangan produk.

“Ke depannya, kita pengen bisa bikin lebih eksklusif, (lebih) high end lagi untuk produknya, dengan kualitas yang lebih oke, dengan kulit, batik, dan songket supaya bisa nambah nilai jualnya dan promosi budaya indonesia,” tutur Vania.

Tidak hanya itu, dara manis peraih tanda kehormatan Presiden Satyalencana Wirakarya ini juga berharap dapat memberdayakan masyarakat eks lokalisasi gang Dolly di Surabaya agar image masyarakat umum terhadap mereka dapat berubah. (gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER