Jakarta, CNN Indonesia -- Sepanjang kuartal I 2015, PT Pertamina (Persero) mengaku merugi sebesar US$ 211 juta, atau sekitar Rp 2,5 triliun, atas penjualan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar kepada PT PLN (Persero). Untuk menghindari kerugian berlanjut, Pertamina minta kontrak jual beli dengan perusahaan setrum pelat merah tersebut direvisi.
Ahmad Bambang, Direktur Pemasaran Pertamina, menjelaskan kerugian penjualan solar ke PLN sudah terjadi sejak lama. Menurutnya, dalam kontrak jual beli dengan PLN disebutkan untuk setiap liter BBM yang dijualnya hanya ada toleransi penyesuaian harga sebesar 5 persen dari yang disepakati.
"Kalau dihitung dengan biaya transportasi, toleransi 5 persen itu tidak mencukupi. Jadi selama ini kami yang nombok kekurangannya," kata Bambang di sela rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (22/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang menyebut, toleransi 5 persen itu hanya cukup untuk menutupi biaya transportasi pengantaran BBM ke pembangkit listrik PLN yang ada di Pulau Jawa dan Sumatera.
"Pada praktiknya, pembangkit listrik PLN yang ada di daerah-daerah terpencil juga masih menggunakan solar. Sementara PLN minta harga BBM sama untuk semua pembangkitnya," kata Bambang.
Pria ramah yang akrab disapa Abe ini menyebut setiap tahun volume BBM yang dipasok Pertamina ke PLN mencapai 4 juta sampai 4,5 juta kiloliter per tahun. Di tengah harga minyak yang rendah saat ini, menurut Bambang, Pertamina tengah berupaya melakukan efisiensi termasuk menghilangkan kerugian yang disebabkan oleh kontrak-kontrak penjualan BBM yang tidak menguntungkan.
"Kalau perlu kami buka saja ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kontrak dengan PLN tersebut, jadi ketahuan penyebab ruginya adalah harga jual di bawah harga yang seharusnya," ujarnya.
Persoalan harga jual ke PLN yang merugikan Pertamina, kata Bambang, sudah diketahui Komisi VII DPR. Bahkan, Komisi VII DPR telah meminta pemerintah menyubsidi setiap liter solar yang dijual Pertamina ke PLN.
"Kalau PLN tidak juga bersedia merevisi kontrak, atau tidak ada subsidi untuk BBM yang dibeli PLN, maka yang menyubsidi adalah Pertamina dan itu tercatat sebagai kerugian," ujar Bambang
(ags/ded)