WAWANCARA KHUSUS

Andang Bachtiar 'Curhat' Soal Tugas Berat Komite Eksplorasi

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Senin, 01 Jun 2015 11:54 WIB
Komite Eksplorasi Nasional memperkirakan cadangan minyak Indonesia mencapai 56 miliar barel, yang tersebar di 18 cekungan di berbagai wilayah Nusantara.
Andang Bachtiar, Ketua Komite Eksplorasi Nasional. (CNN Indonesia/Diemas Kresna Duta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam rangka meningkatkan cadangan minyak dan gas bumi (migas) Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membentuk tim adhoc bernama Komite Eksplorasi Nasional pada 6 Mei 2015. Sejatinya, komite ini memiliki tugas memetakan sekelumit masalah terkait pencarian cadangan migas di sejumlah wilayah potensial, hingga menerbitkan rekomendasi pengembangan unconventional energy yang terkandung di Indonesia.

Untuk membahas lebih dalam mengenai program kerja dan targetnya, CNN Indonesia berkesempatan mewawancarai Andang Bachtiar selaku Ketua Komite Eksplorasi Nasional di kantornya beberapa waktu lalu. Berikut cukilan hasil wawancaranya: 

Menteri ESDM Sudirman Said menunjuk anda sebagai Ketua Komite Eksplorasi Nasional. Apa mandat yang diberikan sebenarnya?

Saya menyadari bahwa tugas yang diberikan Pak Sudirman cukup berat. Soalnya, tugas Komite Eksplorasi Nasional bukan hanya berkutat pada sisi keteknikan seperti kompentensi yang saya miliki. Melainkan juga memetakan sejumlah masalah yang bersifat non teknis seperti perizinan dan  regulasi yang kontraproduktif. Dan setelah saya dalami di awal, nyatanya 84  persen masalah tentang eksplorasi itu ada di sisi nonteknis. Agak repot juga setelah tahu.

Bisa dirinci lebih jauh tugas-tugas Komite Eksplorasi Nasional?

Pertama, mengurusi perizinan dan regulasi yang kontraproduktif seperti yang sudah saya utarakan sebelumnya. Tapi hal ini bukan berarti semua perbaikan perizinan dan regulasi akan diambil alih oleh Komite Eksplorasi.

Kedua
tentang PSC, diantaranya usulan untuk membuka sistem ring fencing di wilayah-wilayah kerja migas yang digarap oleh kontraktor. Apakah hal itu malah akan merugikan negara? Nah ini sedang dibahas oleh tim agar tidak menyalahi aturan. Di tim kami ada lawyer dan ahli ekonomi, tujuannya untuk mengevaluasi dan menilai mana saja hal yang bisa merugikan negara. Nantinya juga akan berkonsultasi dengan KPK, Kejaksaan dan BPK.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebenarnya kalau ada kesepakatan antara dua belah pihak dan menguntungkan, PSC bisa diubah atau direvisi. Salah satu contohnya, membuka ring fencing. Tujuannya sendiri untuk mendorong kontraktor lebih aktif melakukan eksplorasi. Jadi mereka bisa ngebor di tempat lain, tapi biayanya bisa ditukar melalui cost recovery atas kontrak sebelumnya. Asal proposalnya jelas.

Ketiga
soal pengembangan eksplorasi sumber unconventional energy, contohnya CBM (Coal Bed Methane) dan Shale Gas. Keempat, kami mengagendakan agar pemerintah mendorong riset besar-besaran soal oil and gas, CBM, shale gas hingga volcanic oil and gas.

Untuk volcanic oil and gas, harusnya kita leading karena kondisi geologi Indonesia itu adalah daerah yang dilalui oleh lempeng dan sesar. Kedepan kita harus dorong ini. Saya pikir kita juga harus masif melakukan riset tentang Biogenic gas karena kita sebenarnya punya potensi yang besar. Disamping itu kita juga harus mengadakan riset tentang pra-tersier petroleum system yang selama ini terbaikan. Toh dari paper IPA (Indonesian Petroleum Association) sudah pernah menyatakan bahwa wilayah jawa tengah, timur, dan selatan pulau jawa itu mengandung banyak pra-tersier system. Jadi umurnya lebih tua dari tersier yang mengandung banyak minyak dan gas seperti di daerah Kangean, Madura, Barito, dll. 

Kelima, membuat rangking mengenai prospek-prospek yang ada di data pemerintah dan SKK Migas. Ini berkaitan dengan program keempat tentang adanya potensi cadangan migas yang ada di wilayah-wilayah kerja yang digarap oleh kontraktor. Kita harus melakukan particulary review. Mana yang paling bagus, itu yang kita dorong. Kasih dukungan ini. Kasih insentif ini. Kan kalau dapat pemerintah dan kita juga yang akan merasakan.

Keenam
, melakukan riset-riset di daerah yang sudah berproduksi. Sebenarnya ini implementasi dari prgoram-program yang sudah dijalankan.

Apa yang menjadi alasan Anda menerima tugas berat tersebut?

Harus Anda ketahui kalau perizinan migas di Indonesia itu hampir mencapai 341 izin dan 101 izin ada di ranah pemerintah daerah. Belum lagi adanya aturan-aturan pemerintah yang rasanya malah menjadi penghambat seperti Permen ESDM No. 27 Tahun 2006 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Hasil Survei Umum, Eksplorasi, dan Eksploitasi Migas dan Permen 15 No. 2015 yang baru diterbitkan beberapa pekan lalu.

Namun setelah mengetahui hal ini, jujur saya terpacu untuk ikut membenahinya karena memang selama ini saya sudah banyak bicara tentang perbaikan tata kelola energi sebagai anggota DEN (Dewan Energi Nasional). Dan ini memang menjadi tujuan saya bergabung, tapi saya tekankan lagi bahwa sifat Komite Eksplorasi Nasional itu independen.  

Apa prioritas utama Komite Eksplorasi Nasional dalam membenahi persoalan-persoalan itu?

Saya pikir Komite Eksplorasi dan lembaga-lembaga di Kementerian ESDM harus bisa bekerja beriringan jika mau membereskan masalah di sektor eksplorasi. Misalnya, Pak Wiratmaja di Ditjen Migas, Pak Amien Sunaryadi di SKK Migas sampai Lemigas dan Badan Geologi. Dan sudah menjadi obsesi saya komite ini bisa menjadi pelopor dan mendorong hadirnya riset-riset besar di dalam menemukan cadangan baru.

Tapi lagi-lagi, semua saya kembalikan ke Pemerintah. Ini mengingat komite eksplorasi hanya merupakan Tim Adhoc yang dibentuk karena macetnya koordinasi dan komunikasi di lembaga-lembaga ESDM. Ibaratnya, kami orang luar yang masuk ke halaman ESDM.

Dari riset Wood Mackenzie 2014, cadangan minyak Indonesia ditaksir tinggal mencapai 3,6 miliar barel dan gas 188 Tcf (Trilion Cubic Feet). Apakah ini akan menjadi rujukan terhadap tugas tim Anda?

Memang angka itu sering dibicarakan dan sejumlah riset mengatakan hal yang sama. Tapi tugas komite tidak utak atik angka itu. Itu sudah diketahui atau discover. Saya fokus urusi yang belum ketemu, makanya harus lakukan eksplorasi.

Data yang kami punya, cadangan minyak Indonesia berpotensi sampai 56  miliar barel dari prospek-prospek yang dibikin perusahaan minyak. Itu sudah ada seismiknya dan perlu dimatangkan lagi.

Bisa jelaskan dimana saja potensi cadangan itu terkandung?

Di 18 cekungan di Indonesia. Di daerah-daerah yang sudah ada kontraknya. Sekarang bagaimana itu dipercepat demi negara. Kalau company masih berpikir hanya untuk kepentingan mereka saja, sekarang harus diubah.

Kalau mereka gak punya duit, bisa dibantu pemerintah dengan pemberian insentif untuk melakukan eksplorasi. Bisa juga pemerintah akan menjodohkan kontraktor dengan dengan perusahaan yang punya duit agar kegiatan eksplorasi bisa dilakukan.

Apakah benar, akan kita buktikan. Ini karena sepertinya SKK Migas tidak punya waktu untuk mengurusi hal tersebut. Itulah andalan kita dalam 2 sampai 3 tahun kedepan. Setelahnya baru diimplementasikan untuk dijalankan.

Terkait pengembangan eksplorasi CBM dan Shale Gas, apa saja kendalanya di Indonesia?

Kita tahu kalau selama ini program pengembangan CBM mandek meski sudah dimulai 7 atau 8 tahun yang lalu. Padahal sebenarnya ada tim dari internal ESDM yang mengurusi hal ini. Tapi saya akan mengambil orang-orang luar untuk urusan perbaikan CBM dan Shale Gas.

Di kontrak PSC lama sampai 2008 disebutkan bahwa kalau ada perusahaan ambil minyak dan gas atau apapun dari dalam bumi pakai pipa, Itulah kontraknya. Namun di tahun setelahnya, untuk kegiatan eksplorasi dan produksi gas batubara dan shale gas harus ada kontrak baru.

Inilah masalah yang menjadi penghambat. Kalau mereka tidak sepakat dengan putusan pemerintah, sebenarnya bisa ajukan tuntutan ke arbitrase internasional dan kita kalah. Untungnya perusahaan-perusahaan seperti Chevron dan Vico Indonesia tenang-tenang saja. Saya juga bingung dengan QPI (Indeks Penilaiai Kinerja) Kementerian ESDM dulu. Kalau dilihat, mereka hanya mengejar pendapatan yang instan saja lewat signature bonus dan tidak berpikir jauh.

Selain itu, kendalanya yang juga menjadi penghambat berasal dari penerapan sistem teknologi pada pengembangan shale. Harus kita sadari kalau metode pengembangan shale gas berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Jadi tidak bisa pengembangan shale gas di Amerika Serikat diaplikasikan langsung di Indonesia.

Apa rekomendasi komite untuk memperbaikinya?

Kami akan usulkan agar format PSC, regulasi, tata kelola sampai kontrak CBM dan Shale Gas diubah. Karena pada dasarnya kontrak mereka saat ini masih disamakan dengan PSC pada umumnya yang conventional. Padahal pengembangan unconventional energy itu butuh kecepatan. Pokoknya ketemu minyak dan gas dari dalam bumi pakai pipa, itulah kontrak kamu. Gak peduli dari coal, gak peduli dari shale.

Jadi saya pikir kedepan kontrak untuk unconventional tidak harus memakai PSC. Mungkin royalty and tax atau gross PSC seperti usulan pelaku usaha. Tapi hal ini juga harus dibahas lebih rinci karena SKK Migas tidak sepakat dengan usulan pelaku industri. Yang pasti karena mereka (kontraktor) mau riset, mau eksplorasi, jadi jangan terbebani dulu oleh perizinan yang rumit. Sekarang kita mau exercise.

Apakah Anda yakin rekomendasi tim akan dilaksanakan pemerintah?

Saya lihat enam bulan pak Sudirman menjabat, dia sudah mulai melakukan perbaikan. Menurut saya ya, rekomendasi ini akan dilaksanakan. Tapi, ya belum jaminan juga sih. Namun yang saya tahu, kerja Sudirman prinsipnya back to basic. Jadi ketika pak Sudirman ingin mengambalikan seperti konsep sebenarnya, saya pikir orang-orang agak kaget. Ini sinyal bahwa akan ada perbaikan.

Pendapat Anda tentang Oil atau Petroleum Fund?


Hal ini yang juga mau saya singgung. Dengan adanya petroleum fund itu seperti ada semacam jaminan untuk kegiatan eksplorasi Indonesia mendatang. Pasalnya, RRR (rasio penggantian produksi) migas yang kami targetkan dalam 5 tahun kedepan itu mencapai 75 persen, dari angka 50 persen pada saat ini. Bandingkan dengan RRR Malaysia yang sudah mencapai 150 persen.

Mulai tahun depan harus ada riset-riset nasional yang harus dibiayai pemerintah. Selama ini ada riset di Badan Geologi sejak 2012, tapi kedepannya harus dorong sampai ke universitas. Bukan hanya kontraktor untuk barang yang sudah ketemu.Orang Kita jago untuk utak-utik cadangan yang sudah ketemu. Kalau yang belum, lemah untuk melakukan pencarian (discovery). Padahal Indonesia memiliki potensi besar cadangan migas yang besar.

(ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER