Jakarta, CNN Indonesia -- Manajemen PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) meminta pemerintah melakukan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana pengembangan kelapa sawit (crude palm oil fund/ CPO fund). Hal itu perlu dilakukan untuk memastikan stimulus terhadap produk downstream CPO misalnya biodiesel nantinya dapat efektif mendongkrak permintaan CPO lokal.
“Kuncinya memang harus benar-benar dikontrol penggunaan dana (CPO fund) ini,” tutur Direktur Pemasaran SSMS Ramzi Sastra ketika ditemui di Graha CIMB Niaga, Selasa (23/6).
Menurut Ramzi, apabila sesuai dengan tujuan awalnya, adanya pungutan yang totalnya diperkirakan dapat mencapai US$ 750 juta per tahun memang dapat memajukan industri sawit di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“CPO fund ini ada tiga maksudnya. Pertama, untuk menstimulus industri di
downstream seperti biodiesel. Kemudian juga sebagai dana untuk replanting tanaman yang sudah lanjut dan yang ketiga itu untuk
research,” ujarnya.
“Kita harapkan dengan adanya subsidi ke industri downstream atau biodiesel itu nantinya konsumsi CPO di downstream itu akan naik, akan tinggi. Kalau konsumsi (CPO) di lokal naik tentu demand akan semakin naik tentu harga nanti akan terkoreksi,” ujarnya.
Hanya saja, memang, dari sisi pelaku usaha masih meminta pemerintah untuk meninjau lagi besarannya jangan sampai memberatkan pelaku usaha.
“Volume produksi di
upstream itu jauh lebih besar sebenarnya. Jadi volumenya sudah besar, nilainya sudah besar. Sementara yang disubsidi hanya beberapa, lebih sedikit pemainnya di
downstream. Jadi yang
upstream ini mensubsidi yang pemain di bawah semua,” ujarnya.
Harry Nadir, Direktur Keuangan SSMS, menambahkan berdasarkan pengamatannya, pelaku usaha masih ragu-ragu menerima kebijakan tersebut karena tidak semua pelaku usaha memiliki struktur biaya yang sama. Harry mencontohkan, biaya yang diperlukan SMSS untuk memproduksi satu ton CPO ada di kisaran US$ 235–US$ 250 sehingga apabila ada tambahan pungutan sebesar US$ 50 perseroannya masih memiliki cukup ruang.
“Kalau perusahaan yang bisa memaintain
cash cost-nya itu di bawah US$ 300 (per metrik ton) dia masih punya room yang besar, tetapi kalau yang sudah US$ 400–US$ 500 per ton CPO itu berat,” ujarnya.
(gir/gir)