Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan pemerintah belum berencana merevisi target pertumbuhan industri 2015. Justru ia menyatakan sedang mengkaji penurunan biaya energi untuk pelanggan industri demi meningkatkan pertumbuhan.
Saleh mengatakan pemerintah bersama pengusaha industri dan masyarakat sebaiknya bahu membahu membangun industri untuk maju. Ia menyatakan, kendati semua pihak tahu pertumbuhan ekonomi global agak melambat, sikap bahu membahu bakal membuat roda ekonomi tetap berjalan.
"Memang waktu kuartal I tahun ini ada sedikit perlambatan, tetapi begitu masuk kuartal III ini, sudah mulai ada tanda-tanda membaik. Sehingga kami yakin target pertumbuhan industri 6,3-6,8 persen akan bisa tercapai," kata Saleh di rumah dinasnya, Jakarta, Jumat (17/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agar industri dapat tumbuh, lanjutnya, ia menyatakan salah satunya dibutuhkan penurunan biaya energi. Selain itu, masalah bunga bank yang dinilainya cukup tinggi dibandingkan dengan negara tetangga. Hal itu membuat industri dalam negeri kalah saing dengan negara tetangga.
"Kami sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mencari solusi terbaik," jelasnya.
Ia mengungkapkan, pihaknya telah memperoleh penjelasan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (LPPM UI) terkait perhitungan jika menurunkan biaya energi.
"Kalau menurunkan biaya gas sekitar US$ 1, maka pengurangan pendapatan negara sekitar Rp 8 triliun. Namun, industri bisa tumbuh mencapai senilai Rp 12 triliun. Berarti kita masih untung kan. Hal inilah yang akan kita bawa ke Kementerian Koordinasi bidang Perekonomian," ujarnya.
Masih Abu-abuDi sisi lain, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Pemberdayaan Daerah Natsir Mansyur mengatakan situasi ekonomi pada semester kedua masih belum jelas dan bakal tetap berat.
"Agak berat. Memang sekarang daya beli naik karena Lebaran. Tapi setelah Lebaran, daya beli turun lagi. Kemungkinan antara 15 sampai 20 persen," jelasnya dalam kesempatan yang berbeda.
Lebih lanjut, ia meminta agar pemerintah mengaktifkan kembali Komite Ekonomi Nasional (KEN) sebagai katalisator antara pemerintah dan pengusaha. Dulu, lanjutnya, KEN berfokus untuk membahas masalah pengusaha dan kebijakan pemerintah yang tumpang tindih.
"Jangan sampai setiap kementerian membuat kebijakan sendiri yang kadang-kadang tidak mengajak dunia usaha. Hal itu membuat konsistensi kebijakan pemerintah menjadi jelek," jelasnya.
(gen)