Jakarta, CNN Indonesia --
Lantaran masih tertekan akibat turunnya jumlah permintaan produk petrokimia, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) mencatatkan kinerja yang buruk di sepanjang enam bulan pertama 2015. Hingga semester I kemarin, emiten bertiker TPIA itu diketahui hanya mampu mengukir pendapatan bersih sebesar US$ 799,81 juta, atau turun 38,3 persen dari perolehan pendapatan bersih periode yang sama tahun lalu di angka US$ 1,29 miliar.
Sekretaris Perusahaan Chandra, Suryandi mengungkapkan turunnya pendapatan bersih Chandra Asri di paruh pertama 2015 tak lepas dari berkurangnya angka penjualan olefin perseroan di pasar domestik yang hanya mencapai US$ 49,84 juta, anjlok 67,94 persen dari capaian semester I tahun lalu di angka US$ 155,47 juta.
Selain olefin, katanya penurunan pendapatan bersih emiten petrokimia ini juga disebabkan oleh berkurangnya penjualan penjualan styrene monomer perseroan yang hingga akhir Juni kemarin mencapai US$ 28,32 juta, atau turun 69,32 persen dari capaian periode yang sama tahun lalu di angka US$ 92,31 juta .
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beruntung berkat masih rendahnya harga bahan baku, manajemen TPIA mampu meningkatkan margin kotor yang berdampak langsung pada peningkatan pos laba. Di mana laba kotor perseroan pada paruh pertama 2015 mengalami peningkatan sebesar 350,4 persen dari US$ 6,8 juta pada periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 30,5 juta pada tahun ini.
"Laba Kotor yang lebih tinggi ini sebagian besar juga disebabkan oleh margin kimia global yang lebih tinggi. Sementara harga jual produk kami tetap relatif kuat kendati penjualan menurun," ujarnya melalui siaran pers, dikutip Senin (3/7).
Hentikan ProduksiSeiring dengan masih rendahnya jumlah permintaan produk turunan naptha dalam beberapa waktu terakhir, manajemen Chandra Asri menyatakan akan mengambil sejumlah langkah strategis guna menyelematkan neraca keuangan perseroan di waktu mendatang. Satu diantaranya dengan memberhentikan aktivitas pengolahan produk turunan naptha (shutdown) yang bakal dilaksanakan pada medio Agustus hingga November mendatang.
Suryandi mengatakan adanya pemberhentian aktivitas produksi dengan angka 150 ribu ton per tahun itu dilakukan sebagai upaya pemeliharaan rutin (overhaul) yang kerap dilakukan manajemen saban empat tahun sekali. Lantaran akan dibarengi upaya pengintegrasian ekspansi pabrik turunan naptha (tie in) yang dijadwalkan selesai pada Desember tahun ini, Suryandi optimistis angka produksi beberapa produk petrokimia perseroan meningkat.
Diantaranya produk ethylene yang ditargetkan meningkat hingga 43 persen menjadi 860.000 ton per tahun, prophylene yang diproyeksikan mencapai 470 ribu ton per tahun, hingga produksi Py-Gas yang diharapkan bisa meningkat dari 280 ribu ton per tahun menjadi 400 ribu ton per tahun.
"Ini merupakan bagian dari strategi bisnis ekspansi kapasitas CAP untuk memenuhi permintaan Indonesia yang terus berkembang. Dengan perkembangan kapasitas tersebut, maka Cracker (naphtha) CAP setara ukuran skala dunia dan menjadi landasan bagi pertumbuhan Perseroan di masa mendatang," tandas Suryandi.
(dim/gen)