Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Harda Internasional Tbk mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) dalam masa penawaran umum saham perdana (
intial public offering/IPO) mencapai 2,54 kali, atau senilai Rp 254 miliar dari target awal Rp 100 miliar.
Wientoro Prasetyo, Direktur Utama PT Lautandhana Securindo selaku penjamin emisi IPO, mengungkapkan selama masa penawaran umum (
offering period) dari 4 sampai 6 Agustus 2015 lalu, telah mengalami kelebihan permintaan mencapai hampir 2,54 kali dari total saham yang ditawarkan.
“Investor asing ada yang sempat melakukan penawaran, tapi karena nilai IPO tidak terlalu besar, maka kami utamakan lokal dulu,” jelasnya usai pencatatan saham di auditorium Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (12/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, pada awalnya Bank Harda berencana melepas sebanyak 900 juta lembar saham kepada publik, atau setara 25 persen dari total modal ditempatkan dan disetor penuh dengan harga penawaran Rp 115- 150 per lembar.
Namun, menjelang masa penawaran umum, perseroan memangkas jumlah saham menjadi 800 juta lembar dengan harga perdana per saham sebesar Rp 125.
“Memang diturunkan (jumlah saham) karena kami merasa hal itu merupakan yang terbaik, melihat kondisi pasar. Memang turun, tapi menurut kami sudah cukup untuk mendukung kinerja perseroan,” jelasnya.
Direktur Utama Bank Harda Antonius Prabowo Argo mengatakan pihaknya cukup terkejut karena hanya menargetkan meraup dana mencapai Rp 100 miliar, tapi mengalami kelebihan permintaan hingga Rp 254 miliar.
“Salah satu hal yang tidak kami prediksi. Termyata investor berbondong membeli saham di gerai kami,” jelasnya.
Terkait kondisi pasar dan situasi ekonomi yang sedang melemah saat ini, Antonius menyatakan sebetulnya perseroan berencana IPO pada tahun lalu. Namun, tahun lalu dianggap tidak terlalu baik karena adanya ajang pemilu.
“Saat itu semua berharap setelah pemilu iklim ekonomi lebih bagus, maka itu kami IPO. Tidak pernah kami mengira indeks sampai saat ini di level 4.500. Makanya itu dengan segala konsukuensi harus tetap berjalan IPO ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, pada saat pembukaan perdagangan perdana, saham Bank Harda dengan kode BBHI ini menanjak 7,2 persen ke level Rp 134 per lembar, dari Rp 125 per saham.
Setelah IPO, kepemilikan saham Bank Harda berubah menjadi sebesar 72,66 persen digenggam PT Hakim Putra Perkasa, 21,43 persen dimiliki publik, sebanyak 5,43 persen dimiliki Kwee Sin To, dan sisanya 0,03 persen milik Karyawan Bank Harda.
(gen)